JAKARTA - Institut Teknologi Bandung (ITB) memberikan tanggapannya setelah keputusan mengejutkan datang dari pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait pengelolaan tambang oleh perguruan tinggi. Pada pekan ini, pemerintah bersama DPR menyepakati untuk tidak memberikan izin pengelolaan tambang kepada perguruan tinggi. Keputusan ini berkaitan dengan pembahasan revisi Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
Sebelumnya, DPR sempat mengusulkan agar perguruan tinggi, dengan sumber daya manusia dan keilmuannya yang mumpuni, diberi kesempatan untuk mengelola pertambangan. Namun, usulan tersebut menimbulkan beragam respons dari berbagai kalangan akademisi dan ahli pertambangan, termasuk ITB sebagai salah satu institusi pendidikan tinggi terdepan di Indonesia.
Alasan Penolakan ITB
Pihak ITB, dalam pernyataannya, menjelaskan bahwa keputusan untuk tidak melibatkan perguruan tinggi dalam pengelolaan tambang sudah sejalan dengan prinsip dasar perguruan tinggi yang berorientasi pada Tridarma Perguruan Tinggi. “ITB mendukung keputusan ini karena kami fokus pada pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Pengelolaan tambang bukanlah bagian dari ranah pendidikan tinggi,” ungkap Rektor ITB.
Lebih lanjut, ITB berpendapat bahwa keterlibatan perguruan tinggi dalam pengelolaan langsung pertambangan dapat mengaburkan peran fundamental institusi pendidikan. “Bagian dari tanggung jawab kami adalah melakukan penelitian yang dapat membantu meningkatkan praktik industri, memberikan solusi berbasis teknologi, tapi bukan menjadi pelaku utama di dalam industri itu sendiri,” tambahnya.
Dampak Pengelolaan Tambang oleh Perguruan Tinggi
Keputusan ini membawa angin segar bagi para akademisi yang mempertanyakan kapabilitas dan tanggung jawab yang mungkin harus diemban perguruan tinggi dalam konteks pengelolaan tambang. Dalam diskusi publik sebelumnya, para ahli lingkungan dan pendidikan mengemukakan kekhawatiran atas potensi benturan kepentingan dan prioritas yang dapat terjadi jika perguruan tinggi dilibatkan langsung dalam kegiatan industri strategis seperti pertambangan.
“Perguruan tinggi di Indonesia memiliki mandat sebagai lembaga pendidikan dan riset. Terlalu banyak tekanan dari segi ekonomi dan operasional jika harus terlibat langsung dalam pengelolaan tambang, yang sejatinya sangat kompleks dan berisiko tinggi,” kata seorang pakar pendidikan dari ITB.
Posisi Pemerintah dan Langkah Lanjut
Pemerintah menyatakan bahwa penolakan izin ini tidak berarti menutup kerjasama strategis antara perguruan tinggi dan industri pertambangan. Justru, pemerintah mendorong sinergi melalui riset dan inovasi teknologi. "Kami mendukung riset-riset yang nantinya bisa dimanfaatkan industri untuk meningkatkan efisiensi dan keselamatan di sektor tambang," jelas perwakilan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Dokumen revisi UU Minerba yang akan datang akan menekankan peran vital universitas sebagai mitra penelitian bagi industri pertambangan. Pemerintah juga menyoroti pentingnya menumbuhkan kolaborasi yang berbasis pada pemanfaatan teknologi ramah lingkungan, di mana perguruan tinggi mampu berkontribusi signifikan.
Penguatan Kerjasama Industri dan Akademisi
Sementara pengelolaan tambang bukanlah jalan bagi perguruan tinggi, banyak pihak sepakat bahwa sektor pendidikan tinggi tetap berperan penting melalui sumbangsih ilmu pengetahuan dan teknologi. Kampus-kampus seperti ITB diharapkan dapat melahirkan inovasi yang dapat diimplementasikan oleh industri pertambangan.
Salah satu langkah konkrit yang dijalankan adalah penguatan kerjasama industri-akademisi melalui program magang, proyek penelitian bersama, dan pembukaan akses data yang bernilai ilmiah bagi mahasiswa dan peneliti. "Kita harus mengoptimalkan kolaborasi ini dengan menyelaraskan sasaran pendidikan dengan kebutuhan industri yang terus berkembang," sebut seorang dosen dari Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB.
Pandangan Publik dan Masa Depan Pengelolaan Tambang
Keputusan pemerintah ini dinilai oleh masyarakat dan kalangan profesional sebagai langkah tepat, walaupun tantangan tetap ada dalam hal bagaimana sinergi yang konkret dapat diwujudkan. "Kami berharap agar perguruan tinggi dapat memainkan perannya sebagai agen perubahan dari segi inovasi teknologi," komentar aktivis lingkungan.
Menurut analis industri, meskipun secara langsung perguruan tinggi tidak mengelola tambang, keahlian dan hasil penelitian yang mereka ciptakan dapat merubah wajah industri pertambangan nasional menjadi lebih berkelanjutan dan inovatif.
Ke depan, harapannya kerja sama erat antara pemerintah, industri, dan perguruan tinggi dalam bidang penelitian dan pengembangan dapat menciptakan ekosistem yang saling menguntungkan. “Ini akan menjadi kemenangan semua pihak, menciptakan industri tambang yang lebih baik dan mendorong perkembangan teknologi yang bermanfaat luas,” tutup Rektor ITB.
Keputusan untuk tidak memberikan izin pengelolaan tambang kepada perguruan tinggi telah membuka diskusi lebih lanjut tentang peran strategis akademisi dalam mendukung dan memajukan sektor-sektor vital di Indonesia, tanpa mengorbankan misi pendidikan dan penelitiannya.