JAKARTA - Di tengah hiruk-pikuk ibu kota dan ragam kuliner yang tak pernah habis dieksplorasi, ada satu hidangan yang berhasil mempertahankan pesonanya lintas generasi: martabak. Baik dalam versi manis yang menggoda maupun gurih yang mengenyangkan, martabak sudah menjadi bagian dari keseharian banyak masyarakat Indonesia.
Martabak memiliki kemiripan bentuk dengan pancake, namun lebih tebal dan kaya isian. Untuk martabak manis, topping seperti cokelat, keju, kacang, dan susu kental manis menjadi pasangan klasik yang selalu digemari. Sementara martabak asin, yang lebih dikenal sebagai martabak telur, menghadirkan perpaduan telur, daging cincang, bawang, dan rempah-rempah yang menciptakan cita rasa gurih nan kaya.
Di antara sekian banyak penjual martabak, nama Martabak Pecenongan 78 menjadi salah satu yang paling diingat. Bukan hanya karena rasanya, tetapi juga karena sejarah panjang yang mengiringinya sejak awal berdiri hingga kini menjadi merek legendaris dengan cabang di berbagai wilayah Indonesia.
Dari Sebuah Kedai Kecil di Pecenongan
Berdiri sejak 1960, Martabak Pecenongan 78 dirintis oleh Agustinus Sugiarjo. Usaha ini dimulai di kawasan Pecenongan Raya, Jakarta Pusat sebuah lokasi yang kini dikenal sebagai pusat kuliner malam. Perjalanan bisnisnya jauh dari kata mudah.
Agustinus mengisahkan, pada awalnya kedai martabaknya nyaris tutup karena sepi pengunjung. “Pas dibangun masih sepi dan sudah mau hampir tutup, selama 6 bulan pertama kita bertahan,” ujarnya. Situasi itu menjadi ujian besar, mengingat modal yang digunakan bisa saja habis jika tidak segera menemukan jalan keluar.
Tahun 1973 menjadi masa paling kritis. Saat itu, bahkan kedai yang dikenal sebagai Martabak 65A-Bandung Asli Pecenongan hampir gulung tikar. Namun, berkat kegigihan dan keyakinan, Agustinus tetap bertahan, mengandalkan doa serta kerja keras untuk menghidupkan usahanya.
Menu Keju yang Mengubah Segalanya
Awalnya, kedai ini hanya menjual martabak kacang cokelat seharga Rp2.000 per loyang. Meski harganya terjangkau, pelanggan belum juga membludak. Hingga suatu saat, Agustinus memutuskan menambahkan menu baru: Martabak Keju.
Keputusan tersebut menjadi titik balik. Menu baru ini langsung menarik perhatian dan membuat kedainya semakin ramai dikunjungi. Sejak saat itu, inovasi rasa menjadi salah satu kunci keberhasilan Martabak Pecenongan 78. Kini, pilihan rasanya sangat beragam, mulai dari rasa klasik, ovomaltine, cadbury, hingga green tea.
Tidak hanya martabak manis, mereka juga menyajikan martabak telur dengan isian ayam atau daging sapi. Keistimewaan lain adalah topping yang melimpah, membuat setiap gigitan terasa memuaskan.
Menjangkau Seluruh Nusantara
Popularitas Martabak Pecenongan 78 tak hanya bertahan di Jakarta. Saat ini, jaringan mereka telah berkembang pesat dengan ratusan cabang di berbagai daerah, mulai dari Jabodetabek, Jawa, Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Bali, Aceh, hingga Papua. Keberadaan cabang di banyak kota membuat lebih banyak orang dapat menikmati cita rasa martabak legendaris ini.
Harga yang ditawarkan bervariasi, menyesuaikan jenis martabak dan topping yang dipilih. Berdasarkan salah satu layanan pesan antar daring, Martabak Tipker dibanderol mulai Rp30 ribu. Sementara untuk martabak manis atau telur, harganya berkisar antara Rp85 ribu hingga Rp260 ribu, tergantung ukuran dan variasi topping.
Lebih dari Sekadar Makanan
Martabak Pecenongan 78 bukan hanya soal adonan, isian, atau topping. Lebih dari itu, ia adalah kisah perjuangan seorang pengusaha yang berani bertahan di tengah tantangan. Dari sebuah kedai kecil yang hampir tutup, usaha ini berhasil tumbuh menjadi ikon kuliner yang dikenal hingga pelosok negeri.
Perjalanan panjangnya membuktikan bahwa inovasi, kualitas, dan konsistensi bisa membuat sebuah brand bertahan lama. Dan bagi para pencinta martabak, setiap potongan yang disantap bukan hanya sekadar hidangan lezat, tapi juga bagian dari sejarah kuliner Indonesia.