JAKARTA - Di tengah peningkatan produksi dari negara-negara anggota OPEC+, harga minyak dunia justru menunjukkan penguatan. Sentimen positif dari sisi permintaan global serta data perjalanan liburan di Amerika Serikat memberi penopang terhadap harga energi yang sebelumnya sempat tertekan.
Harga minyak berjangka jenis Brent naik sebesar US$1,28 atau sekitar 1,9%, menjadi US$69,58 per barel. Sedangkan minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat ikut terdongkrak 93 sen atau 1,4% ke level US$67,93 per barel.
Sebelumnya, Brent sempat jatuh ke posisi terendah harian US$67,22, sementara WTI turun ke US$65,40.
Dennis Kissler, Senior VP of Trading di BOK Financial, menjelaskan bahwa meskipun produksi minyak mengalami peningkatan, sisi permintaan masih menunjukkan performa yang kuat dan melebihi ekspektasi awal.
“Pasokan memang menunjukkan tren meningkat, tetapi permintaan saat ini masih berada di atas ekspektasi,” ujarnya.
Lonjakan Permintaan dari Liburan AS
Kekuatan permintaan energi diperlihatkan dari data pariwisata Amerika Serikat selama pekan liburan Hari Kemerdekaan 4 Juli lalu. Jumlah warga AS yang melakukan perjalanan baik melalui darat maupun udara dilaporkan mencapai rekor tertinggi. Hal ini memperkuat prospek konsumsi energi jangka pendek, khususnya bahan bakar transportasi.
Sementara itu, dari sisi produksi, negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya (OPEC+) sepakat untuk menambah produksi sebesar 548.000 barel per hari (bph) pada Agustus. Angka ini melampaui peningkatan produksi 411.000 bph yang sebelumnya konsisten terjadi selama tiga bulan terakhir.
Menurut laporan RBC Capital yang dipimpin oleh analis Helima Croft, keputusan tersebut menunjukkan bahwa hampir 80% dari total pemangkasan sukarela sebesar 2,2 juta bph oleh delapan negara anggota OPEC akan kembali masuk pasar.
Namun, realisasi dari peningkatan produksi tersebut disebut belum sepenuhnya sesuai target. Sebagian besar pasokan tambahan yang masuk ke pasar berasal dari Arab Saudi.
Sebagai bentuk optimisme atas prospek permintaan, Arab Saudi bahkan menaikkan harga jual resmi (OSP) untuk minyak Arab Light ke Asia pada pengiriman Agustus, ke level tertinggi dalam empat bulan terakhir.
Ketegangan Geopolitik dan Ketidakpastian Tarif
Di luar dinamika permintaan dan produksi, harga minyak juga terpengaruh oleh perkembangan kebijakan perdagangan Amerika Serikat. Pejabat pemerintah AS mengisyaratkan akan menunda penerapan tarif impor baru, meskipun detail terkait besaran tarif belum diumumkan secara resmi.
Kekhawatiran investor muncul bahwa kebijakan tarif yang lebih tinggi dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dan, pada gilirannya, menekan permintaan energi secara global.
Menteri Keuangan AS Scott Bessent menyebut akan ada sejumlah pengumuman perdagangan dalam waktu dekat. “Beberapa pengumuman perdagangan akan dirilis dalam 48 jam ke depan,” ujarnya, seraya menambahkan bahwa pemerintah AS menerima sejumlah proposal menit akhir dari mitra dagang sebelum tenggat waktu 9 Juli.
Jeffrey McGee, Managing Director Makai Marine Advisors, menilai bahwa perpanjangan tenggat waktu dan sinyal pelonggaran tarif memberikan sedikit kelegaan terhadap kekhawatiran pasar.
“Meskipun arah kebijakan perdagangan AS masih berkembang, sinyal perpanjangan tenggat waktu dan pelonggaran tarif telah sedikit meredakan kekhawatiran atas permintaan yang melemah sejak April,” ucapnya.
Di kawasan Timur Tengah, ketegangan kembali meningkat setelah kelompok Houthi di Yaman mengklaim telah menenggelamkan kapal kargo di Laut Merah melalui serangan yang melibatkan senjata, roket, dan kapal kendali jarak jauh bermuatan bahan peledak. Ini menjadi serangan laut pertama dari Houthi yang terkonfirmasi di tahun 2025.
Dari sisi diplomatik, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dijadwalkan bertemu Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih. Secara paralel, pejabat Israel juga tengah menjalin pembicaraan tidak langsung dengan kelompok Hamas untuk menjajaki kemungkinan gencatan senjata dan pembebasan sandera, dengan mediasi dari Amerika Serikat.
Presiden Iran Masoud Pezeshkian turut memberi pernyataan bahwa pihaknya terbuka untuk membangun kembali jalur dialog dengan Amerika Serikat. Namun, ia mengakui bahwa membangun ulang kepercayaan akan menjadi tantangan besar pasca serangan yang dilancarkan oleh AS dan Israel terhadap fasilitas Iran.