JAKARTA - Pengembangan energi terbarukan di Indonesia tak hanya soal memenuhi kebutuhan domestik, tapi kini juga membuka peluang ekspor listrik bersih ke negara tetangga seperti Singapura. Kesepakatan terbaru antara kedua negara untuk pengiriman listrik bersih hingga 3,4 gigawatt (GW) pada 2035 memberi momentum kuat bagi tumbuhnya industri manufaktur panel surya dan baterai penyimpanan energi di Tanah Air.
Proyek-proyek strategis seperti pembangunan pabrik baterai dalam Proyek Dragon di Karawang, Jawa Barat, yang akan memproduksi battery energy storage system (BESS) dengan kapasitas 40 gigawatt hour (GWh) per tahun mulai 2028, merupakan bagian dari dorongan besar ini. Konsorsium Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co. Ltd. (CBL), anak usaha CATL, bersama PT Aneka Tambang Tbk (Antam) dan Indonesia Battery Corporation (IBC), menjadi tulang punggung pengembangan ini.
Dorongan Industri Panel Surya dan Rantai Pasok Dalam Negeri
Kesepakatan ekspor listrik ini disambut positif oleh pelaku industri, terutama pengusaha kawasan industri yang berfokus pada energi baru terbarukan (EBT). Sebanyak 29 perusahaan di Kepulauan Riau mendukung kerja sama ini dengan mengembangkan ekosistem EBT terintegrasi yang lengkap dari hulu hingga hilir.
Salah satu syarat pemerintah kepada Singapura sebelum impor listrik adalah pengembangan industri panel surya di dalam negeri. Langkah ini mengakselerasi hadirnya sejumlah pabrik manufaktur panel surya seperti kerja sama Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE) dengan perusahaan China LONGi Green Technology Co., Ltd, yang membangun pabrik dengan kapasitas produksi 1,4 GW per tahun di Deltamas, Jawa Barat. Teknologi terbaru Hybrid Passivated Back Contact (HPBC) 2.0 tipe N dari LONGi dipakai untuk menghasilkan modul surya dengan efisiensi tinggi.
Selain itu, PT Trina Mas Agra Indonesia (TMAI), kolaborasi Grup Sinar Mas dan Trina Solar Co Ltd., telah mengoperasikan pabrik panel surya terintegrasi terbesar di Kendal, Jawa Tengah. Operasional pabrik yang dimulai pada 19 Juni 2025 ini menjadi katalis positif bagi industri manufaktur panel surya nasional.
Tantangan dan Potensi Pasir Kuarsa untuk Industri Panel Surya
Walaupun ada kemajuan signifikan, tantangan terbesar masih terletak pada pengembangan rantai pasok bahan baku domestik, terutama pasir kuarsa sebagai bahan baku utama panel surya. Pasir kuarsa, yang masuk daftar 47 mineral kritis oleh Kementerian ESDM pada 2023, memiliki potensi besar dengan sumber daya mencapai 13,47 miliar ton di Indonesia.
Namun, Ketua Umum Himpunan Penambang Kuarsa Indonesia (Hipki), Ady Indra Pawennari, mengungkapkan bahwa permintaan pasir silika untuk industri panel surya dalam negeri masih sangat minim, sehingga sebagian besar pasir kuarsa masih diekspor mentah.
Meski begitu, Kementerian Perindustrian menyatakan bahwa hingga September 2023 pemanfaatan pasir kuarsa sudah mencapai 65,32% untuk produk seperti pasir silika, tepung silika, dan resin coated sand. Terdapat kapasitas pengolahan sebesar 738.536 ton/tahun yang dijalankan oleh 21 perusahaan binaan Kementerian.
Dengan berbagai langkah dan sinergi antar pemangku kepentingan, ekspor listrik bersih ke Singapura dapat menjadi katalis bagi kebangkitan industri panel surya dan penguatan rantai pasok bahan baku nasional. Momentum ini penting untuk mendukung target kapasitas pembangkit listrik tenaga surya sebesar 17,1 GW dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN 2025-2034, sekaligus memperkuat posisi Indonesia di peta energi bersih regional.