Gas

Harga Gas Melon Tembus Rp50 Ribu di Martapura

Harga Gas Melon Tembus Rp50 Ribu di Martapura
Harga Gas Melon Tembus Rp50 Ribu di Martapura

JAKARTA - Harga gas elpiji subsidi 3 kilogram (LPG 3 kg), atau yang dikenal luas sebagai “gas melon”, kembali melonjak tajam di wilayah Martapura, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Warga harus merogoh kocek hingga Rp50.000 per tabung, jauh di atas harga eceran tertinggi (HET) resmi yang ditetapkan pemerintah, yaitu Rp18.500.

Kondisi ini memicu keresahan di tengah masyarakat, terutama kelompok ekonomi menengah ke bawah yang paling terdampak oleh kenaikan tersebut.

Lonjakan Harga Tak Terbendung

Menurut pantauan di sejumlah kawasan Martapura, harga gas melon di tingkat pengecer terus merangkak naik dalam beberapa hari terakhir. Bahkan beberapa titik menjual tabung gas 3 kg dengan harga bervariasi antara Rp45.000 hingga Rp50.000.

Kenaikan ini bukan yang pertama. Pada Mei 2024, harga gas melon di Martapura sempat menyentuh angka Rp38.000 per tabung. Sementara di kota tetangga seperti Banjarbaru, harga sempat melambung hingga Rp65.000. Hal serupa juga pernah terjadi di wilayah perbatasan Sintang–Malaysia.

Warga Kesulitan dan Harus Berburu Gas

Kelangkaan dan harga tinggi ini membuat warga harus mencari gas dari satu toko ke toko lainnya.

“Sudah seminggu ini susah nyari gas LPG 3 kilogram. Harus mutar-mutar cari ke warung, dan akhirnya terpaksa beli di pengecer dengan harga mahal,” kata Mang Yus, warga Cidawang, dengan nada kecewa.

Ia menambahkan bahwa antrean panjang di pangkalan kerap terjadi, namun sering kali stok habis sebelum semua warga kebagian.

Distribusi Resmi Masih Normal

Di tengah keluhan masyarakat, pemerintah daerah memastikan bahwa distribusi dari agen resmi sebenarnya masih berjalan sebagaimana mestinya.

Hj. Elok Yuli, Kepala Pengendalian Bahan Pokok dan Penting (Bapokting) Kabupaten Banjar, menyatakan bahwa stok gas melon di pangkalan resmi tetap tersedia dan dijual sesuai HET.

“Di Martapura Timur dan Martapura Lama, distribusi tetap menggunakan sistem berdasarkan KTP dan dijual seharga Rp18.500 per tabung,” jelasnya.

Namun, tingginya harga di tingkat pengecer nonresmi menunjukkan adanya masalah dalam jalur distribusi setelah keluar dari pangkalan.

Dugaan Penimbunan dan Spekulasi

Kondisi kelangkaan ini memicu dugaan penimbunan gas oleh oknum pengecer nakal. Di media sosial, muncul keluhan dari masyarakat yang mencurigai adanya praktik spekulatif di balik lonjakan harga.

“LPG udah nggak boleh dijual eceran, tapi masih banyak dijual di warung dengan harga tinggi. Ini ada indikasi penimbunan,” tulis seorang pengguna Reddit.

Selain faktor dugaan penimbunan, mahalnya ongkos distribusi di wilayah terpencil serta praktik mark-up juga disebut sebagai penyebab utama kenaikan harga gas melon di sejumlah daerah.

Respons Pemerintah dan Solusi Sementara

Pemerintah daerah bersama dinas terkait terus melakukan pemantauan ketat terhadap pangkalan LPG dan jalur distribusinya. Operasi pasar digelar sebagai langkah antisipatif.

Di beberapa wilayah, seperti OKU Timur, operasi pasar berhasil menjual ribuan tabung gas melon dengan harga HET Rp16.500 hanya dalam waktu singkat. Syarat pembelian pun diperketat, yakni dengan menunjukkan KTP agar pembelian tepat sasaran.

Langkah serupa diusulkan untuk diterapkan secara rutin di Martapura dan sekitarnya, guna mengendalikan harga dan mencegah kelangkaan.

Dampak Ekonomi bagi Rumah Tangga

Bagi masyarakat kecil, lonjakan harga ini menjadi beban berat. Gas LPG 3 kg yang seharusnya menjadi solusi hemat kini justru menjadi salah satu pengeluaran terbesar dalam kebutuhan rumah tangga.

“Kami yang pedagang kecil makin berat. Belum lagi harga sembako juga naik. Gas naik segini bikin bingung,” ujar seorang ibu rumah tangga yang ditemui di pasar Martapura.

Dengan harga gas melon dua kali lipat dari HET, pengeluaran bulanan warga bisa melonjak signifikan. Banyak warga berharap ada tindakan nyata dari pemerintah untuk menstabilkan harga.

Rekomendasi Pengendalian Harga

Sejumlah pihak mendorong langkah konkret agar situasi ini tidak berulang:

Penguatan distribusi resmi dengan memperluas jaringan pangkalan dan sistem verifikasi berbasis NIK atau aplikasi seperti MyPertamina.

Penegakan hukum terhadap penimbunan, dengan melibatkan aparat untuk menindak pengecer nakal.

Operasi pasar berkala, khususnya di daerah-daerah rawan kelangkaan.

Transparansi distribusi dengan pelaporan jumlah tabung yang didistribusikan ke publik secara berkala.

Fenomena mahalnya harga gas melon di Martapura menunjukkan betapa rentannya sistem distribusi LPG subsidi terhadap gangguan, baik teknis maupun manipulatif. Meski distribusi dari agen berjalan sesuai ketentuan, masalah muncul di tingkat pengecer dan akhir rantai distribusi.

Diperlukan sinergi antara pemerintah, aparat, dan masyarakat untuk memastikan LPG subsidi benar-benar sampai ke tangan yang berhak. Langkah tegas terhadap pelanggaran dan penguatan distribusi berbasis data menjadi kunci agar lonjakan harga seperti ini tidak terus membebani rakyat kecil.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index