Minyak

Kenaikan Harga Minyak Dunia Terancam Terjadi Setelah Serangan AS ke Iran

Kenaikan Harga Minyak Dunia Terancam Terjadi Setelah Serangan AS ke Iran
Kenaikan Harga Minyak Dunia Terancam Terjadi Setelah Serangan AS ke Iran

JAKARTA - Pasar energi global tengah dalam ketegangan, menyusul serangan militer yang dilakukan Amerika Serikat (AS) terhadap tiga fasilitas nuklir Iran pada Sabtu, 21 Juni 2025. Serangan ini diperkirakan akan menyebabkan lonjakan harga minyak dunia antara 3 hingga 5 dolar AS per barel, meskipun belum ada konfirmasi apakah Iran akan membalas serangan tersebut. Kenaikan harga minyak ini didorong oleh risiko geopolitik yang semakin meningkat akibat ketegangan yang terjadi di Timur Tengah.

Kenaikan Harga Minyak Diprediksi Terjadi, Terlepas dari Pembalasan Iran

Kepala Analisis Geopolitik di Rystad Energy, Jorge Leon, mengungkapkan bahwa meskipun Iran tidak membalas serangan langsung dari AS, harga minyak dunia tetap diperkirakan akan mengalami lonjakan. "Harga minyak diperkirakan akan melonjak. Bahkan jika tidak ada pembalasan langsung, pasar cenderung memperhitungkan premi risiko geopolitik yang lebih tinggi," ujar Leon dalam wawancara yang dilansir dari Reuters pada Senin (23/6/2025).

Menurut para analis, gejolak yang ditimbulkan oleh serangan AS ini sangat mempengaruhi persepsi pasar terhadap kestabilan pasokan minyak global. Skenario terburuk, di mana Iran membalas serangan dengan keras, berpotensi memicu gangguan besar pada jalur pasokan energi dunia, terutama di Selat Hormuz yang merupakan jalur pengiriman utama minyak.

Prediksi Kenaikan Harga Minyak: Dari 3 hingga 5 Dolar AS per Barell

Ole Hvalbye, analis dari SEB, memperkirakan bahwa harga minyak Brent akan mengalami kenaikan sekitar 3 hingga 5 dolar AS per barel saat pasar dibuka kembali. Pada Jumat (20/6/2025), harga minyak Brent ditutup di angka 77,01 dolar AS per barel, sementara harga minyak West Texas Intermediate (WTI) AS berada di 73,84 dolar AS per barel.

"Reaksi pasar terhadap ketegangan ini kemungkinan akan segera tercermin saat pembukaan pasar. Kenaikan harga bisa terjadi karena para pelaku pasar memperhitungkan ketidakpastian yang lebih besar pasca serangan ini," kata Hvalbye. Dalam hal ini, pasar minyak global akan lebih sensitif terhadap perkembangan geopolitik dan dampaknya terhadap kestabilan pasokan energi.

Harga Minyak Sudah Naik Sebelum Serangan AS

Sebagai informasi, harga minyak Brent telah mengalami kenaikan sekitar 11 persen sejak pecahnya konflik militer antara Iran dan Israel pada 13 Juni 2025. Demikian pula, harga minyak WTI juga mengalami kenaikan sekitar 10 persen dalam periode yang sama. Peningkatan harga ini sudah mencerminkan kekhawatiran pasar terhadap potensi gangguan pasokan akibat ketegangan di Timur Tengah.

Ole Hansen, analis dari Saxo Bank, menambahkan bahwa harga minyak mentah diperkirakan akan dibuka lebih tinggi pada awal pekan ini, dengan kenaikan sekitar 4 hingga 5 dolar AS per barel. "Tentu saja, ada kemungkinan pembelian yang dibatalkan atau penundaan transaksi karena ketidakpastian yang meningkat akibat serangan ini," kata Hansen.

Faktor-faktor yang Mengatur Arah Harga Minyak

Giovanni Staunovo, analis UBS, menyampaikan bahwa meskipun terjadi ketegangan geopolitik, stabilitas pasokan minyak saat ini serta kapasitas cadangan produksi dari negara-negara anggota OPEC masih dapat membatasi kenaikan harga minyak. "Arah harga minyak selanjutnya akan sangat bergantung pada apakah terjadi gangguan pasokan yang lebih besar, yang dapat menyebabkan lonjakan harga lebih tinggi, atau jika terjadi de-eskalasi dalam konflik yang dapat meredakan premi risiko," jelas Staunovo.

Skenario Dampak Konflik Iran-Israel Terhadap Harga Minyak

Sebelum terlibatnya AS dalam konflik ini, firma penasihat ekonomi global, Oxford Economics, telah menyusun tiga skenario utama yang menggambarkan potensi dampak dari ketegangan yang terjadi antara Iran dan Israel. Skenario pertama adalah de-eskalasi konflik yang dapat meredakan ketegangan dan mencegah lonjakan harga. Skenario kedua melibatkan penghentian total produksi minyak Iran serta penutupan Selat Hormuz, yang akan memberikan dampak besar pada kenaikan harga minyak dunia.

Namun, skenario ketiga adalah yang paling memprihatinkan, yaitu lonjakan harga minyak dunia mencapai sekitar 130 dolar AS per barel, yang dapat menyebabkan inflasi tinggi di AS, diperkirakan hampir menyentuh angka 6 persen pada akhir tahun 2025. Menurut Oxford Economics, jika skenario ini terjadi, pasar global akan menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan stabilitas ekonomi.

Kenaikan harga minyak dunia yang diperkirakan akan terjadi setelah serangan AS ke Iran ini menambah ketidakpastian di pasar energi global. Meskipun tidak ada pembalasan langsung dari Iran, risiko geopolitik yang lebih tinggi tetap mendorong kenaikan harga minyak. Para analis memperkirakan bahwa harga minyak akan bergerak naik, dengan harga Brent dan WTI kemungkinan meningkat beberapa dolar per barel. Ke depan, arah harga minyak sangat bergantung pada perkembangan selanjutnya dalam konflik ini, baik dari sisi eskalasi maupun de-eskalasi.

Skenario-skenario yang telah diperkirakan sebelumnya oleh para analis juga menunjukkan betapa besar dampak yang mungkin terjadi pada harga energi dunia dan ekonomi global. Oleh karena itu, para pelaku pasar dan konsumen di seluruh dunia harus terus memperhatikan perkembangan terbaru terkait konflik ini dan dampaknya terhadap stabilitas pasokan energi global.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index