JAKARTA - Harga minyak mentah global melonjak tajam hingga lebih dari 7% pada Jumat, 13 Juni 2025, dipicu oleh serangan udara Israel terhadap fasilitas militer Iran. Ketegangan geopolitik terbaru di Timur Tengah ini menimbulkan kekhawatiran besar di pasar energi global akan potensi gangguan pasokan minyak dari kawasan yang selama ini menjadi jantung produksi minyak dunia.
Dalam perdagangan Jumat malam waktu setempat, harga minyak mentah Amerika Serikat (West Texas Intermediate/WTI) naik USD 4,94 atau 7,26% menjadi USD 72,98 per barel. Sementara itu, harga minyak Brent yang menjadi acuan global melonjak USD 4,87 atau 7,02% ke posisi USD 74,23 per barel. Kenaikan ini menjadi lonjakan harian terbesar sejak invasi Rusia ke Ukraina pada awal 2022.
Ketegangan Geopolitik Dorong Harga Energi Dunia
Kenaikan tajam ini terjadi setelah Israel secara sepihak meluncurkan operasi militer terhadap fasilitas pengayaan nuklir dan infrastruktur rudal balistik Iran, termasuk target strategis di kawasan Natanz. Operasi udara tersebut menewaskan sejumlah anggota senior militer Iran, namun belum berdampak langsung pada infrastruktur minyak utama Iran.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengonfirmasi operasi ini dalam pernyataan resminya. “Operasi ini akan terus berlanjut selama beberapa hari yang diperlukan untuk menghilangkan ancaman,” tegas Netanyahu pada Jumat dini hari waktu setempat.
Serangan tersebut menjadi pukulan besar bagi stabilitas kawasan dan memperburuk ketegangan yang sudah tinggi setelah Iran sebelumnya meningkatkan aktivitas nuklirnya. Pasukan Pertahanan Israel kemudian melaporkan bahwa Iran telah membalas dengan menembakkan sejumlah rudal ke wilayah Israel pada Jumat malam. Ketegangan ini mendorong harga minyak melonjak lebih dari 8% dalam perdagangan lanjutan di malam hari.
Amerika Serikat Tak Terlibat, Tapi Siaga
Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio menegaskan bahwa serangan terhadap Iran dilakukan tanpa koordinasi atau dukungan dari pemerintah Amerika Serikat. Dalam pernyataannya, Rubio memperingatkan Iran agar tidak menargetkan fasilitas dan kepentingan AS di Timur Tengah.
“Kami tidak terlibat dalam serangan terhadap Iran dan prioritas utama kami adalah melindungi pasukan Amerika di kawasan itu,” ujar Rubio.
Ia menambahkan bahwa meskipun tidak ikut campur, AS memahami langkah Israel sebagai bagian dari strategi pertahanan diri. “Israel memberi tahu kami bahwa mereka yakin tindakan ini diperlukan untuk membela diri,” tambahnya.
Sementara itu, mantan Presiden Donald Trump ikut angkat bicara. Melalui akun Truth Social miliknya, Trump menyalahkan Iran atas eskalasi konflik karena gagal memenuhi tenggat waktu kesepakatan nuklir yang diberikannya selama 60 hari.
“Mereka seharusnya melakukannya! Hari ini adalah hari ke-61. Saya memberi tahu mereka apa yang harus dilakukan, tetapi mereka tidak bisa melakukannya. Sekarang mereka mungkin punya kesempatan kedua!” tulis Trump.
Dampak Terhadap Pasar Energi dan Ekonomi Global
Lonjakan harga minyak ini mencerminkan kekhawatiran investor terhadap potensi gangguan pasokan dari kawasan Teluk Persia, yang merupakan jalur distribusi utama energi dunia. Jika konflik terus meluas dan mengganggu ekspor minyak dari Iran atau negara lain di sekitarnya, harga energi global bisa semakin tidak stabil.
Analis pasar memperingatkan bahwa konflik berkepanjangan antara Israel dan Iran dapat memperparah inflasi global yang sudah mulai mereda pasca-pandemi. Kenaikan harga energi berpotensi menaikkan biaya logistik, bahan bakar industri, hingga harga bahan pokok.
"Pasar melihat ini sebagai salah satu peristiwa geopolitik paling berisiko sejak perang di Ukraina. Jika konflik menyebar, kita bisa melihat harga minyak tembus USD 90 per barel dalam waktu dekat," ungkap salah satu analis senior energi dari lembaga riset pasar di London.
Reaksi Global dan Antisipasi Pasar
Sejumlah negara pengimpor minyak seperti India, Jepang, dan negara-negara Eropa langsung mengaktifkan protokol darurat energi untuk menjaga pasokan dan stabilitas harga domestik. Di sisi lain, investor global mulai mengalihkan aset dari pasar saham berisiko ke komoditas seperti emas dan minyak sebagai bentuk lindung nilai (hedging).
Bank-bank sentral juga mulai mengamati dampak dari kenaikan harga minyak ini terhadap kebijakan moneter mereka, terutama di tengah upaya menjaga pertumbuhan ekonomi tanpa mendorong inflasi tinggi kembali.
Ketegangan antara Israel dan Iran telah mengirimkan gelombang kejutan ke pasar minyak global, menunjukkan betapa sensitifnya harga energi terhadap risiko geopolitik. Meskipun infrastruktur minyak belum secara langsung terkena dampak, ancaman terhadap stabilitas kawasan Timur Tengah telah cukup untuk memicu lonjakan harga yang tajam.
Apabila konflik ini tidak segera mereda, dunia mungkin menghadapi ketidakpastian harga energi yang berkepanjangan sebuah tantangan besar bagi pemulihan ekonomi global dan agenda transisi energi bersih yang saat ini sedang dikejar banyak negara.