JAKARTA - Indonesia dan Singapura resmi menandatangani tiga kesepakatan penting dalam bidang energi bersih dan pembangunan berkelanjutan. Kesepakatan ini menandai babak baru kolaborasi strategis antara kedua negara dalam menghadapi tantangan perubahan iklim, transisi energi, serta memperkuat posisi Asia Tenggara sebagai kawasan dengan masa depan energi yang berkelanjutan.
Penandatanganan nota kesepahaman ini berlangsung di Jakarta pada Kamis, 13 Juni 2025, dalam rangka kunjungan resmi Menteri Energi dan Ilmu Pengetahuan Singapura, Tan See Leng, yang disambut oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia, Bahlil Lahadalia.
Tan See Leng menegaskan bahwa kesepakatan tersebut bukan sekadar seremoni, melainkan bentuk komitmen konkret kedua negara dalam membangun masa depan energi rendah karbon. “Penandatanganan hari ini bukan hanya simbolis. Ini cerminan nyata dari komitmen bersama untuk mewujudkan ide menjadi aksi dalam kemitraan dan kepercayaan,” ujarnya.
Perdagangan Listrik Lintas Negara hingga 3,4 GW
Salah satu fokus utama dalam perjanjian ini adalah kerja sama perdagangan listrik lintas batas antara Indonesia dan Singapura. Proyek ini merupakan kelanjutan dari kerangka kerja sama energi yang telah terbangun sebelumnya. Targetnya adalah menyuplai hingga 3,4 gigawatt listrik bersih ke Singapura pada tahun 2035.
Tan menjelaskan bahwa perdagangan listrik lintas batas ini berpotensi memberikan keuntungan ekonomi besar bagi kedua negara, termasuk peningkatan penerimaan devisa dan pajak, pertumbuhan sektor manufaktur energi terbarukan Indonesia, serta penciptaan lapangan kerja baru.
“Bersama, Singapura dan Indonesia, kami juga meletakkan fondasi untuk ASEAN Power Grid yang lebih terhubung dan masa depan energi yang lebih aman dan berkelanjutan,” jelas Tan, menekankan potensi kawasan Asia Tenggara sebagai pasar energi terintegrasi.
Proyek ini diperkirakan akan menyerap investasi hingga USD 50 miliar dan membuka lebih dari 418 ribu lapangan kerja baru di sektor manufaktur, konstruksi, serta operasi dan pemeliharaan infrastruktur energi.
Pengembangan Teknologi Penangkapan dan Penyimpanan Karbon (CCS)
Perjanjian kedua mencakup kerja sama dalam pengembangan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (Carbon Capture and Storage/CCS). Sebuah kelompok kerja bersama akan dibentuk untuk menyusun perjanjian bilateral yang mengikat secara hukum demi mempercepat implementasi proyek CCS lintas negara.
Tan menyoroti pentingnya CCS sebagai salah satu solusi dekarbonisasi untuk aktivitas ekonomi yang sulit dikurangi emisinya. “Ini bukan teknologi baru, tetapi jika Indonesia dan Singapura bisa berhasil mewujudkan CCS lintas batas ini, kita akan menjadi salah satu negara pertama di Asia yang melakukannya,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa kawasan Asia Tenggara memiliki potensi menyimpan hingga 133 gigaton karbon dioksida secara permanen. Proyek percontohan Singapura yang menargetkan penyimpanan dua juta ton karbon per tahun disebut dapat menjadi katalisator bagi Indonesia, yang memiliki visi menjadi pusat CCS regional.
Zona Industri Berkelanjutan di Kawasan BBK
Kesepakatan ketiga mendukung pengembangan zona industri berkelanjutan (Sustainable Industrial Zone/SIZ) di wilayah Bintan, Batam, dan Karimun (BBK), yang berlokasi strategis dekat dengan Singapura. Zona ini akan difokuskan untuk menjadi pusat industri rendah karbon dan berteknologi tinggi, sekaligus menarik investor global di bidang energi terbarukan dan teknologi hijau.
Gugus tugas khusus akan dibentuk untuk mengidentifikasi sektor industri potensial, menyusun regulasi yang mendukung, dan memastikan keberlanjutan kawasan tersebut.
“Ini dibangun di atas kerja sama bertahun-tahun antara Singapura dan Indonesia untuk menarik investasi ke BBK,” ujar Tan. Ia menambahkan bahwa kejelasan regulasi sangat penting untuk menciptakan iklim investasi yang menarik, khususnya di sektor energi hijau dan keberlanjutan.
Komitmen Bersama Menuju Masa Depan Rendah Emisi
Menteri ESDM Indonesia, Bahlil Lahadalia, menyambut baik kemitraan ini sebagai momen bersejarah dalam transformasi sektor energi nasional. Ia menekankan bahwa kolaborasi internasional merupakan kunci dalam menghadapi tantangan iklim global dan menjaga daya saing industri Indonesia.
“Ada satu prinsip kunci: kami menyediakan listrik untuk saudara-saudara kami di negara tetangga, tetapi mereka juga harus berkolaborasi dengan kami membangun zona industri di Indonesia. Itulah arti kerja sama sejati,” tegas Bahlil.
Dalam pernyataan penutupnya, Tan See Leng menekankan pentingnya semangat kolaboratif untuk mencapai target nol emisi bersih. “Seperti pepatah, jika kita ingin pergi jauh, kita harus pergi bersama. Singapura tetap berkomitmen bekerja sama dengan Indonesia dan mitra lain untuk mendukung perjalanan menuju net zero,” pungkasnya.
Kesepakatan ini bukan hanya mempererat hubungan bilateral antara Indonesia dan Singapura, tetapi juga menunjukkan komitmen nyata Asia Tenggara dalam menjadi pemain utama dalam transisi energi global yang berkelanjutan.