Batu Bara

Harga Batu Bara Acuan Indonesia Turun Jadi US Dolar 100,97/Ton pada Juni 2025, Ini Dampaknya

Harga Batu Bara Acuan Indonesia Turun Jadi US Dolar 100,97/Ton pada Juni 2025, Ini Dampaknya
Harga Batu Bara Acuan Indonesia Turun Jadi US Dolar 100,97/Ton pada Juni 2025, Ini Dampaknya

JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi menetapkan Harga Batu Bara Acuan (HBA) periode pertama bulan Juni 2025 sebesar US$100,97 per ton. Angka ini menunjukkan tren penurunan yang konsisten dari beberapa bulan sebelumnya, sekaligus mencerminkan tekanan pasar global terhadap komoditas energi utama Indonesia tersebut.

Penurunan HBA ini tercantum dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 197.K/MB.01/MEM.B/2025 dan diumumkan secara resmi pada Kamis, 5 Juni 2025.

Penurunan Harga Signifikan dari Tahun ke Tahun

Dibandingkan dengan periode sebelumnya (Mei 2025) yang berada di angka US$110,38 per ton, HBA Juni turun US$9,41. Jika dilihat secara tahunan (year-on-year), perbandingan dengan Juni 2024 yang mencatat HBA sebesar US$123 per ton menunjukkan penurunan tajam sebesar US$22,03 atau sekitar 17,91%.

Penurunan ini tentu tidak berdiri sendiri, melainkan sebagai bagian dari dinamika pasar batu bara global yang saat ini cenderung melemah.

Pemerintah Akui Dampak Global dan Regional

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa penetapan HBA ini berlaku sebagai dasar dalam penghitungan Harga Patokan Batubara (HPB), khususnya untuk batu bara dengan nilai kalor di atas 6.000 kcal/kg GAR. Ia juga menegaskan bahwa fluktuasi ini tak lepas dari situasi pasar energi global.

"Penurunan HBA ini mencerminkan tren penurunan harga batu bara global yang dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal dan internal," ujar Bahlil dalam keterangan resminya.

Pengaruh Global: China dan India Menahan Permintaan

Mengacu pada laporan Bloomberg Technoz, pasar global batu bara masih tertekan akibat melemahnya permintaan dari dua negara importir utama yakni China dan India. Selain itu, meningkatnya produksi dari produsen besar seperti Indonesia sendiri dan Australia menyebabkan kelebihan pasokan, yang turut menekan harga.

Data menunjukkan bahwa pada periode kedua Maret 2025, HBA untuk coking coal atau batu bara kalori tinggi turun menjadi US$117,76 per ton dari sebelumnya US$128,24 per ton. Sedangkan HBA untuk batu bara termal juga mengalami penurunan dari US$82,66 menjadi US$80,70 per ton.

Analis Prediksi Tren Turun Berlanjut

Seorang analis energi yang enggan disebutkan namanya memperkirakan tren ini masih akan berlanjut jika tidak ada perubahan signifikan di pasar global.

"Faktor-faktor seperti fluktuasi harga energi alternatif, kebijakan impor negara-negara pengimpor utama, dan dinamika pasokan akan terus mempengaruhi harga batu bara acuan ke depannya," ujarnya.

Dampak ke Industri dan Pendapatan Negara

Sebagai negara penghasil batu bara terbesar kedua di dunia, Indonesia bergantung pada ekspor batu bara untuk menyumbang pendapatan negara, terutama dari sektor Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Penurunan harga ini berpotensi mengurangi kontribusi sektor minerba terhadap APBN.

Namun demikian, penurunan HBA juga memberikan sisi positif, khususnya bagi industri dalam negeri. Harga energi dan bahan baku untuk sektor industri diperkirakan menjadi lebih terjangkau, yang pada akhirnya dapat menurunkan biaya produksi.

Strategi Pemerintah: Jaga Keseimbangan Pasar Domestik dan Ekspor

Kementerian ESDM menyatakan akan terus memantau perkembangan pasar dan melakukan evaluasi kebijakan sesuai kondisi yang ada.

"Kami akan terus berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk memastikan kestabilan pasokan dan harga energi yang terjangkau bagi masyarakat dan industri," tegas Bahlil.

Tantangan dan Peluang

Di tengah tekanan global, pemerintah dituntut menjaga keseimbangan antara keberlanjutan ekspor dan kebutuhan dalam negeri. Penurunan HBA bisa menjadi peluang untuk meningkatkan efisiensi produksi dan memperkuat daya saing industri berbasis energi di dalam negeri.

Penurunan harga batu bara acuan saat ini menjadi momen krusial bagi para pemangku kepentingan di sektor energi untuk mengevaluasi strategi jangka panjang, termasuk diversifikasi energi, investasi teknologi bersih, dan transformasi menuju energi terbarukan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index