JAKARTA – Pemerintah Indonesia dan Jepang resmi menandatangani kesepakatan financial closing proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) tahap lanjutan di Muara Laboh, Sumatera Barat, Senin, 5 Mei 2025. Proyek strategis ini bernilai 500 juta dollar AS atau setara Rp 8,2 triliun (dengan kurs Rp 16.450), dan menjadi bagian dari kemitraan dalam kerangka kerja sama Asia Zero Emission Community (AZEC).
Penandatanganan kesepakatan ini menyusul pertemuan bilateral antara Presiden Prabowo Subianto dan mantan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida di Jakarta pada Minggu malam. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan proyek ini merupakan bagian dari penguatan kerja sama energi ramah lingkungan antara Indonesia dan Jepang.
“Besok akan ada penandatanganan financial closing untuk proyek panas bumi 80 MW di Muara Laboh dengan nilai investasi 500 juta dollar AS,” ujar Airlangga dalam siaran pers resmi Sekretariat Presiden, Senin, 5 Mei 2025.
Airlangga menambahkan, Indonesia dan Jepang saat ini telah memiliki lebih dari 170 nota kesepahaman (MoU) dalam berbagai sektor strategis. Investasi di bidang energi bersih seperti panas bumi dianggap penting di tengah isu global perubahan iklim dan ketegangan geopolitik dunia.
Presiden Prabowo menyambut baik kelanjutan proyek tersebut dan menekankan pentingnya kerja sama dengan Jepang yang sudah terjalin erat sejak lama. “Bapak Presiden mengapresiasi kerja sama Indonesia dengan Jepang dan berharap ini bisa terus ditingkatkan di tengah ketidakpastian akibat perang tarif,” ungkap Airlangga.
Kishida dalam kesempatan tersebut juga menegaskan pentingnya kemitraan strategis antara kedua negara di tengah dinamika global. “Situasi ini menjadi tidak menentu, dan dalam kondisi seperti ini, kerja sama dua negara menjadi sangat penting,” kata Airlangga mengutip pernyataan Kishida.
PLTP Muara Laboh yang dikelola oleh PT Supreme Energy Muara Laboh sebelumnya telah beroperasi sejak 2019 dengan kapasitas terpasang 85 megawatt elektrik (MWe). Ini merupakan PLTP pertama di Sumatera Barat yang menghasilkan energi bersih dan berkelanjutan.
Perluasan kapasitas pembangkit kini dilakukan dengan dukungan pendanaan dari Bank Pembangunan Asia (ADB), yang pada Januari 2025 menyetujui pembiayaan sebesar 92,6 juta dollar AS atau sekitar Rp 1,51 triliun. Dana tersebut digunakan untuk pembangunan, pengoperasian, dan pemeliharaan unit pembangkit baru berkapasitas sekitar 83 MW.
Skema pembiayaan ADB terdiri dari tiga komponen, yakni:
-38,8 juta dollar AS dari sumber daya modal biasa ADB,
-38,8 juta dollar AS melalui pinjaman sindikasi (B-loan) dari Sumitomo Mitsui Banking Corporation,
-15 juta dollar AS dalam bentuk pinjaman lunak dari Australian Climate Finance Partnership (ACFP).
Sejumlah pejabat tinggi negara turut hadir dalam pertemuan bilateral tersebut, termasuk Menteri Luar Negeri Sugiono, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Roeslani, serta Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri.
Dengan penguatan proyek ini, Indonesia menunjukkan komitmennya terhadap transisi energi bersih dan pengembangan energi baru terbarukan (EBT), sejalan dengan target nasional menuju emisi nol bersih (net zero emission).