Nikel

NICL Catat Lonjakan Penjualan Nikel hingga Rp 543,91 Miliar pada Kuartal I 2025

NICL Catat Lonjakan Penjualan Nikel hingga Rp 543,91 Miliar pada Kuartal I 2025
NICL Catat Lonjakan Penjualan Nikel hingga Rp 543,91 Miliar pada Kuartal I 2025

JAKARTA — Emiten tambang nikel PT PAM Mineral Tbk (NICL) mencatat pertumbuhan kinerja keuangan yang signifikan pada kuartal I 2025. Perseroan berhasil meraup penjualan sebesar Rp 543,91 miliar, melonjak 365,68 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya sebesar Rp 116,79 miliar.

Tak hanya dari sisi nilai penjualan, volume penjualan nikel juga mengalami lonjakan tajam. Dari sebelumnya 222.791 wmt (wet metric ton), meningkat menjadi 995.834 wmt, atau naik sebesar 346,98 persen secara tahunan (year-on-year).

Lonjakan tersebut berdampak langsung terhadap laba kotor NICL yang ikut naik tajam menjadi Rp 291,81 miliar dari sebelumnya Rp 43,29 miliar. Peningkatan tersebut setara dengan pertumbuhan 574,06 persen, membuat margin laba kotor naik dari 37,07 persen menjadi 53,65 persen pada Maret 2025.

Direktur Utama NICL Ruddy Tjanaka menjelaskan bahwa pencapaian tersebut diraih di tengah kondisi industri nikel nasional yang kurang menguntungkan akibat penurunan harga acuan domestik.

“Kendati kondisi industri nasional yang kurang menguntungkan, di mana harga acuan nikel domestik sejak awal semester kedua tahun 2024 mengalami penurunan sebesar 10,85 persen hingga Maret 2025, perseroan terbukti mampu untuk mengatasi tantangan tersebut,” ujar Ruddy.

Selain itu, laba usaha perseroan juga meningkat tajam dari Rp 19,56 miliar pada Maret 2024 menjadi Rp 251,9 miliar pada Maret 2025, atau tumbuh 1.187,34 persen. Ruddy menyebut pencapaian ini menunjukkan kekuatan strategi operasional dan efisiensi biaya yang dilakukan perusahaan.

“Kami cukup puas atas pencapaian kinerja operasional dan keuangan perseroan di kuartal pertama tahun 2025, mengingat kondisi makro geopolitik yang kurang kondusif yang juga mempengaruhi kondisi perekonomian domestik secara keseluruhan," ujarnya.

Total aset NICL juga menunjukkan pertumbuhan, dari Rp 1,05 triliun pada akhir 2024 menjadi Rp 1,26 triliun per Maret 2025. Di sisi lain, ekuitas perusahaan turut meningkat dari Rp 878,18 miliar menjadi Rp 1,07 triliun, didorong oleh peningkatan laba ditahan.

Tahun 2025 diperkirakan akan tetap menjadi tahun penuh tantangan bagi industri nikel global. Konflik dagang antara AS dan China serta kelebihan pasokan global menjadi tekanan utama bagi harga komoditas ini. Namun demikian, keputusan Kementerian ESDM untuk tidak memotong kuota ekspor bijih nikel yang semula direncanakan sebesar 50 persen menjadi katalis positif bagi industri domestik.

Di sisi regulasi, pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2025 tentang tarif royalti minerba juga diperkirakan berdampak pada seluruh pelaku industri, termasuk NICL. Untuk itu, manajemen menyiapkan strategi melalui efisiensi dan optimalisasi proses produksi.

“Adapun strategi perseroan menghadapi kondisi ini dengan melakukan beberapa efisiensi dalam kegiatan produksi sehingga tetap dapat memberikan margin yang optimal,” tegas Ruddy.

Sebagai bagian dari strategi jangka panjang, NICL terus mendorong pengembangan sumber daya dan cadangan tambang, memperkuat digitalisasi sistem operasional, serta menerapkan prinsip keberlanjutan (ESG) dan tata kelola perusahaan yang baik (GCG). Selain itu, perusahaan juga melanjutkan proses akuisisi dan pembaruan dokumen lingkungan seperti FS dan Addendum AMDAL.

Dengan berbagai langkah tersebut, NICL optimistis dapat menjaga pertumbuhan positif sepanjang 2025 meski dihadapkan pada dinamika pasar dan tantangan regulasi.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index