JAKARTA — Harga minyak dunia menunjukkan tanda-tanda penguatan pada awal pekan ini. Pedagang global memperhatikan perkembangan terbaru dalam perang perdagangan internasional dan pembicaraan antara Amerika Serikat (AS) dan Iran, yang membuka kemungkinan peningkatan pasokan minyak mentah dari negara anggota OPEC.
Menurut data yang dirilis oleh Bloomberg, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) sedikit berubah di kisaran US$61,50 per barel, sementara harga minyak Brent bertahan di bawah US$65 per barel. Kenaikan harga ini juga dipicu oleh reaksi positif terhadap potensi pelonggaran pembatasan terhadap ekspor minyak mentah Iran yang dapat meningkatkan volume pasokan global.
Dampak Positif dari Pembicaraan Nuklir AS-Iran
Pembicaraan antara AS dan Iran yang berlangsung pada hari Sabtu lalu menunjukkan kemajuan yang signifikan. Kedua negara menggelar diskusi nuklir yang dinilai konstruktif, mengindikasikan adanya peluang untuk menyelesaikan kebuntuan yang telah berlangsung bertahun-tahun mengenai program nuklir Iran. Sebagai hasilnya, pasar optimis akan adanya pengaturan yang lebih longgar terhadap ekspor minyak dari Iran, yang dapat memperbesar pasokan minyak dunia.
"Pembicaraan ini merupakan langkah pertama sejak 2022, dan ini memberi harapan baru terkait kemungkinan penyelesaian kebuntuan nuklir. Kami optimistis bahwa pembicaraan ini akan mengarah pada peningkatan produksi minyak dari Iran," ujar seorang analis pasar energi yang enggan disebutkan namanya.
Kedua pihak sepakat untuk melanjutkan pembicaraan di masa depan, yang memperkuat ekspektasi bahwa Iran dapat kembali memasok lebih banyak minyak ke pasar global, terutama setelah sanksi-sanksi yang diberlakukan oleh AS pada masa pemerintahan sebelumnya.
Proyeksi Penurunan Pertumbuhan Permintaan Minyak Global
Meski ada tanda-tanda penguatan, para pedagang juga menghadapi prospek yang tidak pasti terkait permintaan minyak global. Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) baru-baru ini memangkas proyeksi pertumbuhan konsumsi minyak tahunan sebesar 100.000 barel per hari. Penurunan proyeksi ini mengikuti pemangkasan yang lebih besar oleh Administrasi Informasi Energi AS, yang semakin memperburuk sentimen pasar.
"Pertumbuhan permintaan global memang terlihat melambat. Pemangkasan proyeksi konsumsi oleh OPEC menambah ketidakpastian, ditambah dengan perang dagang yang semakin memanas antara AS dan China," kata Daan Struyven, analis dari Goldman Sachs Group Inc. dalam catatannya.
Proyeksi Harga dan Kelebihan Pasokan di 2025
Selain itu, Goldman Sachs memperingatkan pasar bahwa surplus pasokan minyak yang besar akan terjadi pada tahun 2025. Analis Goldman Sachs memperkirakan bahwa surplus pasokan minyak mentah akan mencapai 800.000 barel per hari pada tahun ini, dengan harga Brent yang diperkirakan akan rata-rata berada di kisaran US$63 sepanjang tahun 2025.
Sementara itu, JPMorgan Chase & Co. memperkirakan bahwa harga Brent akan mencapai US$66 per barel pada akhir tahun ini. Meskipun harga minyak mengalami sedikit kenaikan, para analis menekankan bahwa ketegangan dalam perang dagang dan ketidakpastian pasar global tetap menjadi faktor yang harus diwaspadai.
Penurunan Pasar Minyak dan Arus Keluar Investor
Selain faktor geopolitik, reaksi pasar terhadap perang dagang juga turut mempengaruhi harga minyak dunia. Penurunan harga minyak pada bulan April dipicu oleh meningkatnya ketegangan perdagangan antara AS dan China, yang memicu kekhawatiran akan resesi global dan penurunan permintaan energi. Dalam seminggu yang berakhir pada 11 April, investor menarik dana sebesar US$2 miliar dari pasar minyak mentah dan bahan bakar.
"Kerugian yang dialami oleh harga minyak bulan ini merupakan bagian dari reaksi pasar terhadap perang dagang yang berkembang. Hal ini menyebabkan arus keluar investor yang signifikan dari pasar minyak," jelas Tracey Allen, analis dari JPMorgan Chase & Co.
Patokan Harga Minyak Dunia
Di pasar berjangka New York, harga WTI untuk pengiriman Mei mengalami kenaikan tipis sebesar 3 sen menjadi US$61,53 per barel. Sementara itu, harga Brent untuk pengiriman Juni naik 12 sen menjadi US$64,88 per barel, menunjukkan pemulihan meskipun tantangan pasar global terus membayangi.
Para pedagang dan analis pasar akan terus memantau perkembangan lebih lanjut terkait perang dagang, pembicaraan nuklir AS-Iran, serta faktor-faktor ekonomi lainnya yang dapat mempengaruhi arah harga minyak di masa mendatang.