JAKARTA - Menteri Energi Amerika Serikat (AS), Chris Wright, mengungkapkan keyakinannya bahwa harga minyak selama pemerintahan Presiden Donald Trump akan lebih rendah dibandingkan dengan pemerintahan sebelumnya. Hal ini disampaikan Wright dalam sebuah konferensi pers di Riyadh, yang dikutip dari Bloomberg, pada Senin, 14 April 2025.
Wright menegaskan bahwa di bawah kepemimpinan Trump, harga energi rata-rata akan lebih rendah dibandingkan dengan masa pemerintahan Presiden Joe Biden. "Di bawah kepemimpinan Presiden Trump dalam empat tahun ke depan, kita hampir pasti akan melihat harga energi rata-rata yang lebih rendah daripada yang kita lihat dalam empat tahun terakhir pemerintahan sebelumnya," ujar Wright. Namun, ia enggan memberikan komentar lebih lanjut mengenai target harga minyak tertentu.
Pernyataan tersebut datang setelah ketegangan yang terjadi antara AS dan Arab Saudi terkait kebijakan energi. AS di bawah pemerintahan Biden merasa bahwa permohonannya untuk meningkatkan produksi minyak dan menurunkan harga untuk mengatasi inflasi telah diabaikan. Pada periode 2017 hingga 2021, harga minyak mentah rata-rata tercatat sekitar USD 83 per barel, menurut data Bloomberg.
Wright mengungkapkan, meskipun tidak dapat memprediksi harga minyak saat ini atau arah pergerakannya, pengurangan hambatan investasi dan pembangunan infrastruktur dapat berkontribusi pada penurunan biaya pasokan energi. "Jika Anda mengurangi hambatan investasi, mengurangi hambatan untuk membangun infrastruktur, Anda dapat menurunkan biaya pasokan energi," tambahnya.
Dalam beberapa waktu terakhir, harga minyak memang mengalami penurunan setelah Arab Saudi dan negara-negara penghasil minyak lainnya berjanji untuk meningkatkan produksi. Langkah ini juga disertai dengan kebijakan tarif yang luas dari pemerintahan Trump yang mengguncang pasar. Harga minyak mentah pun turun menjadi kurang dari USD 65 per barel, level terendah sejak pandemi virus corona dan jauh di bawah level yang diinginkan Arab Saudi untuk menyeimbangkan anggarannya. Penurunan ini bahkan mengancam kemampuan kerajaan untuk mendanai rencana transformasi ekonominya yang ambisius, menurut analisis Goldman Sachs.
Namun, Wright menyatakan bahwa AS dan Arab Saudi memiliki pandangan yang sejalan di pasar energi global. "Presiden Trump — dan saya pikir Arab Saudi — ingin melihat peningkatan permintaan energi di seluruh dunia dan kami ingin melihat peningkatan pasokan," ujarnya.
Selain itu, Wright juga menyebutkan bahwa AS dan Arab Saudi tengah mengerjakan kesepakatan kerja sama dalam produksi tenaga nuklir sipil. "Kami berharap untuk membuat kemajuan pada tahun ini," kata Wright. Kesepakatan tersebut melibatkan non-proliferasi nuklir dan pengendalian teknologi nuklir, dengan harapan bahwa Arab Saudi tidak akan bermitra dengan China dalam pengembangan program nuklirnya.
Arab Saudi sebelumnya telah mencari tawaran dari pengembang asing, termasuk perusahaan Rusia dan China, untuk membangun reaktor tenaga nuklir. Namun, AS lebih memilih agar Arab Saudi bekerja sama dengan negara-negara Barat, seperti Prancis dan Korea Selatan. Wright menambahkan bahwa kerja sama nuklir AS-Arab Saudi juga merupakan bagian dari kesepakatan yang lebih luas yang mencakup pakta pertahanan dan perdagangan, serta kemungkinan normalisasi hubungan antara Arab Saudi dan Israel.
Wright berada di Riyadh sebagai bagian dari lawatan ke beberapa negara di Timur Tengah, yang juga mencakup pertemuan dengan Menteri Energi Saudi, Pangeran Abdulaziz Bin Salman.