JAKARTA - Harga minyak dunia mengalami penurunan pada perdagangan Senin, 14 April 2025, dipicu oleh kekhawatiran yang semakin mendalam terkait pertumbuhan ekonomi global akibat ketegangan perang dagang antara China dan Amerika Serikat (AS).
Dikutip dari Reuters, harga minyak mentah Brent tercatat turun sebesar 29 sen atau 0,45 persen, menjadi 64,47 Dolar AS per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) yang menjadi acuan harga minyak AS, juga mengalami penurunan, yakni 27 sen atau 0,44 persen, yang menjadikannya diperdagangkan pada harga 61,23 Dolar AS per barel.
Penurunan harga minyak ini mencerminkan dampak langsung dari ketegangan yang terus berkembang antara kedua negara ekonomi terbesar di dunia. Kedua harga acuan ini telah kehilangan sekitar 10 Dolar AS per barel sejak awal bulan April, disebabkan oleh semakin meningkatnya perang dagang yang mengancam stabilitas pasar global.
Analisis dari Goldman Sachs menunjukkan proyeksi yang lebih suram terhadap harga minyak dalam sisa tahun 2025. "Kami memperkirakan harga rata-rata minyak Brent akan berada di level 63 Dolar AS per barel, sementara WTI diperkirakan akan berada di 59 Dolar AS untuk sisa tahun ini," kata analis Goldman Sachs dalam laporan terbarunya. Untuk tahun 2026, prediksi harga lebih rendah lagi, dengan harga rata-rata Brent diperkirakan akan mencapai 58 Dolar AS per barel, sedangkan WTI diperkirakan turun menjadi 55 Dolar AS per barel.
Penurunan harga minyak ini tidak terlepas dari ketidakpastian ekonomi global yang dipengaruhi oleh ketegangan antara China dan AS. Sejak perang dagang dimulai, pasar minyak telah bergejolak, dan dampaknya terasa pada harga komoditas utama ini. Di tengah ketidakpastian, Goldman Sachs juga memperkirakan permintaan minyak global pada kuartal keempat tahun 2025 hanya akan mengalami kenaikan sebesar 300.000 barel per hari dibandingkan tahun sebelumnya, yang menandakan proyeksi pertumbuhan ekonomi yang lemah.
Harga minyak yang lebih rendah diperkirakan akan berlanjut, mengingat tidak adanya tanda-tanda deeskalasi dalam ketegangan perdagangan antara China dan AS. Para pelaku pasar juga semakin khawatir bahwa dampak dari kebijakan tarif yang diberlakukan kedua negara dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi, yang pada gilirannya mengurangi permintaan energi di pasar global.
Para analis pasar mengingatkan bahwa ketidakpastian geopolitik dan ekonomi ini dapat menyebabkan fluktuasi harga minyak lebih lanjut, yang bisa mempengaruhi perekonomian global. Pasar minyak juga harus menyesuaikan diri dengan situasi ini, yang akan menentukan apakah harga minyak dapat pulih atau akan terus tertekan.
Sebagai catatan, harga minyak merupakan salah satu indikator penting bagi perekonomian global. Ketika harga minyak turun, ini dapat memberikan dampak positif bagi konsumen dalam bentuk biaya energi yang lebih rendah. Namun, bagi negara penghasil minyak dan perusahaan energi, penurunan harga dapat menambah tantangan bagi sektor-sektor tersebut yang bergantung pada harga komoditas tinggi untuk pendapatan dan investasi.