Jaringan Irigasi Air Tanah

Jaringan Irigasi Air Tanah di Lampung Dorong Swasembada Pangan Nasional

Jaringan Irigasi Air Tanah di Lampung Dorong Swasembada Pangan Nasional
Jaringan Irigasi Air Tanah di Lampung Dorong Swasembada Pangan Nasional

JAKARTA - Pemerintah terus memperkuat komitmen untuk mencapai swasembada pangan nasional melalui pembangunan infrastruktur irigasi yang merata di berbagai daerah. Salah satu langkah nyata terlihat di Desa Rejomulyo, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan, dengan hadirnya Jaringan Irigasi Air Tanah (JIAT) yang kini menjadi tumpuan para petani.

Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (Kemenko IPK) menilai JIAT memiliki peran penting dalam meningkatkan produktivitas pertanian, terutama di wilayah yang kerap menghadapi kendala pasokan air. Pembangunan infrastruktur air tanah ini menjadi bagian dari upaya pemerintah untuk memperkuat fondasi ketahanan pangan secara berkelanjutan.

Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Dasar Kemenko IPK, Rachmat Kaimuddin, menegaskan bahwa swasembada pangan merupakan salah satu prioritas utama Presiden Prabowo Subianto. Menurutnya, pembangunan infrastruktur pendukung seperti jaringan irigasi, bendungan, dan sistem air tanah sangat dibutuhkan untuk memastikan ketersediaan air bagi lahan pertanian.

“Dari awal telah disampaikan oleh Bapak Presiden Prabowo bahwa yang diharapkan adalah swasembada pangan. Untuk mencapainya tentu dibutuhkan infrastruktur yang menunjang hal tersebut,” ujar Rachmat.

Ia menambahkan bahwa keberadaan irigasi yang baik dapat memberikan dampak langsung terhadap peningkatan hasil pertanian, khususnya padi sebagai komoditas utama dalam program ketahanan pangan nasional. Karena itu, pemerintah memastikan pembangunan dilakukan secara tepat sasaran agar memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat.

Peningkatan Produktivitas dan Kesejahteraan Petani

Penerapan sistem JIAT di Desa Rejomulyo terbukti memberikan manfaat nyata bagi para petani setempat. Sebelum adanya irigasi air tanah, petani di wilayah tersebut hanya mengandalkan curah hujan sebagai sumber air untuk mengairi sawah. Akibatnya, produksi padi tidak menentu dan sering kali menurun saat musim kemarau panjang.

Kini, setelah sistem JIAT beroperasi, produktivitas lahan meningkat signifikan. Kepala Desa Rejomulyo, Tushandoyo, menyampaikan bahwa para petani kini dapat menanam padi hingga tiga kali dalam setahun. Hal ini menjadi capaian besar yang tidak hanya meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, tetapi juga mendukung target nasional dalam memperkuat ketahanan pangan.

“Sebelum ada JIAT, petani hanya mengharapkan hujan dari Allah SWT. Bila hujannya lebat, kami bisa menanam. Bila tidak, banyak kerugian. Setelah ada JIAT, kami sangat bersyukur bisa panen hingga tiga kali,” ujar Tushandoyo.

Sumur JIAT di Desa Rejomulyo memiliki kedalaman 120 meter dan dilengkapi dengan jaringan sepanjang 1.500 meter. Infrastruktur ini didukung oleh 15 unit boks bagi yang mendistribusikan air ke lahan pertanian. Total luas layanan meningkat dari 20 hektare menjadi 25 hektare.

Sistem pompa air digerakkan oleh mesin genset berdaya 35 kiloVolt-Ampere (KVA) dan sumber listrik dari PLN sebesar 23 KVA. Teknologi ini memungkinkan pasokan air tetap stabil bahkan saat musim kemarau, sehingga para petani tidak lagi tergantung pada curah hujan.

Dukungan Pemerintah untuk Infrastruktur Pertanian Berkelanjutan

Rachmat Kaimuddin menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak yang berkontribusi dalam program pembangunan infrastruktur sumber daya air, termasuk pemerintah daerah dan para petani yang berperan aktif menjaga fasilitas irigasi. Ia menegaskan bahwa kerja sama lintas sektor menjadi kunci keberhasilan dalam mencapai target swasembada pangan.

“Untuk menjadi padi, menjadi beras, tentu sangat bergantung pada kerja keras para petani. Selain air, bibit, dan pupuk, di dalamnya ada keringat Bapak/Ibu semua yang membuat kami semua bisa menikmati makan,” kata Rachmat.

Ia juga menambahkan bahwa program seperti JIAT akan terus diperluas ke daerah-daerah lain yang memiliki potensi pertanian besar namun kekurangan sumber air. Pembangunan jaringan irigasi baru diharapkan dapat memperluas cakupan lahan produktif dan mendorong pertumbuhan ekonomi desa.

Selain itu, Kemenko IPK berkomitmen untuk terus mengoptimalkan teknologi modern dalam pengelolaan air tanah dan irigasi. Penggunaan sistem digital dalam pemantauan debit air serta efisiensi energi diharapkan mampu meningkatkan efektivitas dan keberlanjutan proyek-proyek pertanian.

Menuju Ketahanan Pangan Nasional 2045

Pemerintah menargetkan Indonesia dapat mencapai swasembada pangan secara penuh pada tahun 2045 melalui strategi terintegrasi yang mencakup pembangunan infrastruktur, peningkatan produktivitas, dan pemberdayaan petani. JIAT di Lampung Selatan menjadi contoh konkret bagaimana proyek kecil dengan dampak besar dapat mendukung visi tersebut.

Rachmat menilai, pendekatan berbasis daerah seperti di Desa Rejomulyo adalah model yang perlu direplikasi di wilayah lain. Dengan dukungan pemerintah daerah dan masyarakat, program swasembada pangan dapat berjalan lebih cepat dan efisien.

Selain memperkuat ketahanan pangan, keberadaan JIAT juga berpotensi membuka lapangan kerja baru dan meningkatkan nilai ekonomi lokal. Hasil panen yang melimpah memungkinkan petani menjual kelebihan produksi ke pasar antarwilayah, sehingga mendorong sirkulasi ekonomi pedesaan.

Pemerintah berharap seluruh pihak, mulai dari kementerian terkait hingga masyarakat petani, dapat terus berkolaborasi menjaga keberlanjutan infrastruktur irigasi ini. Dengan langkah bersama, cita-cita swasembada pangan nasional bukan lagi sekadar visi, melainkan kenyataan yang dapat dinikmati seluruh rakyat Indonesia.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index