Matcha

Mengungkap Rahasia di Balik Panen Matcha Jepang: Tiga Waktu yang Tentukan Rasa dan Warna

Mengungkap Rahasia di Balik Panen Matcha Jepang: Tiga Waktu yang Tentukan Rasa dan Warna
Mengungkap Rahasia di Balik Panen Matcha Jepang: Tiga Waktu yang Tentukan Rasa dan Warna

JAKARTA - Tak semua bubuk matcha memiliki kualitas dan rasa yang sama, meski tampak serupa di permukaan. Perbedaan utama ternyata terletak pada proses panennya, bukan sekadar label “ceremonial” atau “culinary” seperti yang sering kita dengar.

Matcha dikenal sebagai teh hijau bubuk khas Jepang dengan warna hijau pekat dan aroma lembut yang menenangkan. Namun, label ceremonial grade yang kerap dijadikan patokan kualitas sebenarnya bukanlah sistem resmi di Jepang.

Di negeri asalnya, kualitas matcha lebih ditentukan oleh kapan daun tehnya dipetik. Tiga proses panen utama — first harvest, second harvest, dan third harvest — berpengaruh besar pada rasa, aroma, warna, dan harga akhir matcha di pasaran.

First Harvest: Panen Awal dengan Kualitas Tertinggi

Panen pertama atau first harvest disebut juga Ichibancha, dilakukan saat awal musim semi, biasanya antara April hingga Mei. Pada waktu ini, daun teh baru tumbuh dan masih muda, menghasilkan rasa yang lembut dan tekstur halus.

Daun teh muda ini kaya akan asam amino, terutama L-theanine, yang memberi sensasi manis dan rasa umami khas pada matcha. Kandungan inilah yang menjadikan first harvest sebagai panen dengan kualitas tertinggi di antara yang lain.

Proses pertumbuhan daun pada panen pertama dilakukan di bawah naungan agar kadar klorofil meningkat. Itulah sebabnya warna bubuk matcha dari first harvest tampak hijau cerah dan segar dibandingkan jenis lainnya.

Matcha hasil panen ini biasanya digunakan untuk upacara minum teh tradisional Jepang, atau disebut ceremonial matcha. Teksturnya lembut, rasanya manis alami, dan nyaris tanpa pahit.

Peminum teh sejati lebih memilih matcha jenis ini karena memberikan cita rasa murni tanpa tambahan susu, gula, atau pemanis lainnya. Aroma yang muncul juga lembut dan menenangkan, sangat ideal untuk momen relaksasi.

Tak heran jika first harvest dianggap sebagai matcha terbaik di dunia. Proses penanamannya yang hati-hati dan waktu panennya yang singkat membuat jenis ini menjadi teh premium dengan harga cukup tinggi.

Second Harvest: Rasa Lebih Seimbang dan Cocok untuk Harian

Sekitar dua bulan setelah panen pertama, tanaman teh kembali siap dipetik. Panen kedua ini disebut second harvest atau Nibancha. Kualitasnya memang sedikit di bawah Ichibancha, tetapi tetap menawarkan karakter rasa yang menarik.

Pada tahap ini, daun teh mulai menua sedikit sehingga kandungan L-theanine berkurang. Sebaliknya, kadar katekin — senyawa yang memberi rasa pahit — meningkat. Kombinasi ini membuat matcha dari second harvest terasa lebih seimbang.

Cita rasanya tidak terlalu manis atau pahit, melainkan menyatu dengan harmonis. Warna bubuk matchanya tetap hijau, meski tak secerah hasil panen pertama karena penurunan kadar klorofil alami.

Teksturnya juga sedikit lebih kasar dibanding first harvest, sehingga lebih cocok digunakan untuk minuman campuran seperti matcha latte, smoothies, atau dessert. Meski demikian, kualitas rasanya tetap nikmat untuk dinikmati setiap hari.

Bagi pencinta matcha yang ingin pengalaman autentik tanpa harus mengeluarkan biaya tinggi, matcha second harvest menjadi pilihan ideal. Rasanya tetap lembut dengan aroma teh hijau yang menenangkan.

Selain itu, dari segi harga, second harvest lebih terjangkau karena daun teh pada panen ini tersedia lebih banyak dan prosesnya tidak seketat panen pertama. Itulah sebabnya banyak merek matcha populer di pasaran menggunakan bahan dari panen kedua ini.

Third Harvest: Pilihan Tepat untuk Campuran Kue dan Minuman

Panen ketiga atau third harvest, disebut juga Sanbancha, dilakukan menjelang akhir musim panas. Pada masa ini, daun teh sudah cukup tua dan menerima paparan sinar matahari yang lebih banyak.

Dampaknya, kadar L-theanine dalam daun menurun drastis, sementara katekin meningkat tajam. Matcha hasil third harvest memiliki rasa lebih pahit dan aroma yang lebih kuat dibandingkan dua panen sebelumnya.

Warna bubuknya tidak lagi hijau cerah, melainkan cenderung kekuningan atau hijau kusam. Penurunan kadar klorofil membuat tampilannya kurang menarik untuk disajikan sebagai minuman teh murni.

Namun, dari sisi ekonomis, third harvest adalah yang paling terjangkau di antara ketiga jenis panen. Meski rasanya lebih pahit, banyak industri kuliner memanfaatkannya untuk berbagai olahan makanan dan minuman.

Matcha dari panen ketiga biasanya digunakan sebagai bahan tambahan pada kue, es krim, atau minuman manis yang membutuhkan aroma khas teh hijau. Dengan tambahan gula atau susu, rasa pahitnya dapat tertutupi dengan baik.

Kelebihan lainnya, third harvest memiliki aroma teh yang tajam, cocok untuk menonjolkan cita rasa alami teh hijau pada produk olahan. Industri makanan Jepang hingga global banyak menggunakan jenis ini karena efisien secara biaya namun tetap memiliki karakter matcha yang kuat.

Memahami Kualitas Matcha Sebelum Membeli

Mengetahui asal panen matcha membantu pembeli menentukan kualitas dan tujuan penggunaannya. Matcha first harvest cocok untuk penikmat teh murni yang mencari cita rasa autentik dan halus.

Sementara second harvest menjadi pilihan bagi mereka yang menginginkan keseimbangan rasa dan fleksibilitas penggunaan. Sedangkan third harvest paling sesuai untuk kebutuhan industri kuliner dan pembuatan kue.

Dengan memahami ketiga jenis panen ini, konsumen dapat memilih matcha sesuai kebutuhan — baik untuk ritual minum teh, untuk diminum setiap hari, maupun sebagai bahan olahan makanan.

Setiap jenis panen membawa karakter unik yang membuat matcha tetap menjadi minuman legendaris Jepang hingga kini. Dari kelembutan first harvest hingga kekuatan rasa third harvest, semuanya menawarkan pengalaman berbeda bagi pencinta teh hijau di seluruh dunia.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index