JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta data masyarakat yang kesulitan mengakses Kredit Pemilikan Rumah (KPR) karena terhambat Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK). Permintaan ini disampaikan kepada Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) sebagai langkah memperluas akses perumahan bagi masyarakat.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, menegaskan data tersebut penting untuk pemetaan. Data yang dimaksud berkisar sekitar 100.000 masyarakat yang mengalami kendala dalam SLIK.
SLIK Bukan Hambatan Mutlak Pemberian KPR
Friderica menekankan bahwa SLIK bukanlah penentu mutlak bagi bank untuk menolak pembiayaan. Bank tetap diperbolehkan menyalurkan kredit meski nasabah memiliki catatan keterlambatan, asalkan risiko sudah diperhitungkan.
"Kalau ada kolektivitas yang tidak lancar, bank boleh memberikan pinjaman dengan manajemen risiko yang tepat," jelasnya. Himbauan OJK menegaskan bahwa keputusan akhir tetap di tangan bank bersangkutan.
Langkah ini dilakukan untuk memastikan masyarakat yang sebetulnya layak mendapat KPR tetap memiliki akses. Pemberian kredit tidak sepenuhnya bergantung pada catatan SLIK yang kadang mencatat utang kecil di bawah Rp 1 juta.
Dukungan OJK terhadap Program Rumah Terjangkau
OJK juga mendukung program pemerintah untuk membangun 3 juta rumah bagi masyarakat Indonesia. Friderica menyebut program ini bertujuan menjadikan rumah lebih terjangkau bagi rakyat.
“Kami sangat mendukung program pemerintah. Siapa yang tidak senang melihat masyarakat bisa punya rumah yang lebih affordable?” ungkapnya. Dukungan ini selaras dengan upaya pemerintah meningkatkan kepemilikan rumah bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.
Rencana Pemutihan Utang Kecil
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa meminta BP Tapera mendata masyarakat yang terhambat SLIK. Data tersebut menunjukkan ada lebih dari 100.000 calon debitur yang sebetulnya layak mendapat KPR.
Sebagian besar terhambat oleh utang kecil, seringkali di bawah Rp 1 juta. Untuk itu, pemerintah berencana melakukan pemutihan utang-utang kecil ini agar masyarakat bisa mengakses KPR lebih mudah.
Purbaya menjelaskan, pemutihan ini akan memudahkan masyarakat yang terdampak SLIK. “Saya sudah meminta BP Tapera mendata calon debitur KPR dengan pinjaman sampai Rp 1 juta agar dapat diputihkan,” jelasnya di Kantor Kementerian PKP.
Koordinasi OJK dan Pemerintah
Persoalan SLIK ini akan menjadi agenda pembahasan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait dengan OJK. Pertemuan dijadwalkan pada Senin, 20 Oktober 2025.
Sementara itu, Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa juga akan bertemu langsung dengan OJK pada Kamis, 23 Oktober 2025. Koordinasi ini diharapkan menghasilkan kebijakan yang mempermudah akses KPR tanpa mengabaikan manajemen risiko bank.
Langkah ini menjadi salah satu solusi mengatasi kendala bagi masyarakat yang ingin memiliki rumah. Dengan pendataan dan pemutihan utang kecil, akses KPR diharapkan lebih merata bagi seluruh lapisan masyarakat.
Dampak bagi Calon Debitur
Pemutihan utang kecil memberikan peluang bagi masyarakat yang sebelumnya terhambat. Nasabah dengan kolektivitas tidak lancar namun kemampuan bayar yang memadai dapat mengajukan KPR.
Kebijakan ini diharapkan meningkatkan kepemilikan rumah dan mendukung program 3 juta rumah pemerintah. Selain itu, bank tetap bisa mengelola risiko kredit sesuai ketentuan yang berlaku.
OJK meminta BP Tapera menyerahkan data 100.000 masyarakat yang terkendala SLIK untuk KPR. Pemerintah berencana memutihkan utang kecil agar lebih banyak warga bisa mengakses perumahan.
Koordinasi antara OJK, BP Tapera, dan Kementerian Keuangan menjadi langkah strategis memastikan program 3 juta rumah berjalan efektif. Pemutihan utang dan manajemen risiko bank diharapkan menciptakan sistem pembiayaan rumah yang lebih inklusif.