JAKARTA - Maraknya judi online tidak hanya menjadi persoalan hukum dan sosial, tetapi kini telah menjadi ancaman nyata bagi generasi muda, khususnya anak-anak. Judi daring yang dikemas sedemikian rupa sehingga tampak seperti permainan biasa kini merambah ke ranah anak-anak, memancing mereka tanpa sadar terjebak dalam praktik yang berbahaya ini.
Fenomena ini mengundang keprihatinan dari berbagai pihak, salah satunya Sekretaris Pimpinan Pusat (PP) ‘Aisyiyah, Diyah Puspitarini, yang mengingatkan bahwa judi online kerap disamarkan sebagai hiburan digital yang menggiurkan dan mudah diakses, bahkan oleh anak-anak yang belum memahami konsekuensinya.
Judi Online: Permainan Digital yang Berbahaya bagi Anak
Menurut Diyah, judi online adalah taruhan uang secara daring yang sering kali tampil dalam bentuk permainan kasino virtual, taruhan olahraga, poker, hingga lottery online. Semua itu dikemas dengan tampilan warna-warni dan grafis menarik, mirip game yang biasa dimainkan anak-anak dan remaja.
Dari data Bareskrim Polri dan hasil survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), terlihat betapa mudahnya anak-anak mengenal dan mengakses judi online. Mereka mendapat pengaruh dari teman sebaya, iklan di media sosial, hingga dukungan promosi oleh influencer dan selebritas.
Data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap angka mencengangkan: puluhan ribu anak bahkan yang masih di bawah usia 11 tahun sudah terlibat dalam aktivitas judi online dengan transaksi miliaran rupiah. Bahkan kelompok remaja usia 17 tahun ke atas tercatat melakukan transaksi judi online senilai ratusan miliar rupiah.
Sayangnya, anak-anak kerap tak menyadari bahwa yang mereka mainkan bukan sekadar game biasa, melainkan judi dengan konsekuensi kerugian materi dan sosial. Diyah menegaskan bahwa faktor utama yang mempermudah anak terjerumus adalah akses mudah ke gadget tanpa pengawasan serta kurangnya literasi digital yang memadai.
Dampak dan Upaya Mengatasi Perjudian Online pada Anak
Dampak dari kecanduan judi online pada anak-anak tidak main-main. Ada kasus anak yang sampai melukai diri sendiri karena frustasi saat dilarang melakukan top up judi. Ada pula yang sampai mencuri atau terjerat pinjaman online untuk membayar taruhan. Beberapa kasus bahkan berujung pada tindakan kriminal serius. Diyah menyebut kasus di Jawa Barat di mana kecanduan judi online menyebabkan anak mengancam nyawa orang tuanya.
Menanggapi hal ini, Diyah menekankan perlunya peran aktif semua pihak: orang tua, sekolah, masyarakat, dan pemerintah untuk memperketat pengawasan serta meningkatkan edukasi dan literasi digital kepada anak-anak. Anak yang sudah kecanduan perlu mendapatkan rehabilitasi untuk memulihkan diri dan menjauh dari praktik perjudian.
Secara hukum, aktivitas judi online sudah diatur dan dilarang keras di Indonesia, mulai dari KUHP lama dan baru, hingga Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Meskipun UU Perlindungan Anak belum secara eksplisit mengatur judi online, keterlibatan anak dalam perjudian tetap dikategorikan sebagai eksploitasi dan kekerasan dengan sanksi hukum yang berat.
Memahami fakta di atas menjadi langkah awal penting dalam melindungi anak dari bahaya judi online. Kesadaran dan tindakan bersama menjadi kunci untuk menciptakan lingkungan digital yang lebih aman dan sehat bagi generasi penerus bangsa.