Investasi

Investasi Fiskal demi Masa Depan Anak Indonesia

Investasi Fiskal demi Masa Depan Anak Indonesia
Investasi Fiskal demi Masa Depan Anak Indonesia

JAKARTA - Tanggal 23 Juli 2025 kembali diperingati sebagai Hari Anak Nasional. Bagi sebagian besar masyarakat, perayaan ini identik dengan kegiatan edukatif dan hiburan untuk anak-anak. Namun, di balik senyum ceria mereka, tersimpan pertanyaan besar tentang bagaimana negara dapat menjamin masa depan yang lebih baik bagi seluruh generasi muda Indonesia.

Jawabannya terletak pada kekuatan fiskal nasional—khususnya melalui kontribusi sistem perpajakan. Peran strategis pajak bukan hanya dalam menopang pembangunan infrastruktur, tetapi juga dalam memastikan pemenuhan hak dasar anak-anak: pendidikan, gizi, dan perlindungan sosial.

Pajak, Pilar Program untuk Anak

Melalui APBN 2025, pemerintah menargetkan pendapatan negara mencapai Rp2.666,1 triliun. Dari jumlah tersebut, 82,1% atau senilai Rp2.189,3 triliun bersumber dari penerimaan perpajakan. Ini berarti delapan dari setiap sepuluh rupiah yang dibelanjakan negara berasal dari kontribusi pajak.

Dana inilah yang digunakan untuk mendanai program-program sosial yang berpihak kepada anak-anak, seperti Program Indonesia Pintar (PIP), penyediaan layanan pendidikan gratis, pembayaran gaji guru, serta pembangunan dan pengoperasian fasilitas kesehatan. PIP sendiri memperoleh alokasi lebih dari Rp20 triliun setiap tahunnya dan berperan besar dalam memberikan akses pendidikan bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu—sekaligus menjadi upaya memutus mata rantai kemiskinan secara turun-temurun.

Belanja Sosial dan Nutrisi: Arah Baru Kebijakan

Anggaran perlindungan sosial melonjak signifikan dari Rp308,4 triliun pada 2019 menjadi Rp504,7 triliun pada 2025. Salah satu fokus pentingnya adalah program makanan bergizi gratis (MBG), yang menyasar hingga 90 juta anak dan ibu hamil. Untuk tahun 2025, pemerintah mengalokasikan sekitar Rp71 triliun, sebagai bagian dari agenda jangka panjang senilai US$8 miliar hingga 2029.

Namun, peningkatan belanja ini datang dengan konsekuensi. Pemerintah perlu menjaga defisit fiskal agar tetap terkendali dalam kisaran 2,53%–3% dari produk domestik bruto. Untuk itu, strategi realokasi dan efisiensi anggaran dilakukan, termasuk pemangkasan dana dari sektor-sektor yang dinilai nonesensial senilai Rp306,7 triliun. Langkah ini merupakan bentuk adaptasi kebijakan yang mengedepankan kebutuhan prioritas, terutama untuk generasi mendatang.

Dampak Ekonomi dari Investasi Anak

Belanja negara untuk pengasuhan anak usia dini (early childcare) masih tergolong rendah—hanya 0,04% dari PDB. Padahal, kajian Bank Dunia menunjukkan bahwa jika anggaran tersebut dinaikkan menjadi 0,1% PDB, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa terdongkrak hingga 0,4 poin. Selain itu, partisipasi perempuan dalam dunia kerja akan meningkat dari 53,5% menjadi sekitar 56%.

Lebih jauh lagi, jika anggaran childcare mendekati standar global sebesar 0,5% dari PDB, maka kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi bisa mencapai tambahan 0,69 poin. Sementara itu, partisipasi tenaga kerja perempuan akan mendekati target G20, yaitu 58%. Data ini menunjukkan bahwa kebijakan fiskal yang mengutamakan anak-anak bukan sekadar kebijakan sosial, melainkan juga investasi ekonomi jangka panjang yang menghasilkan manfaat ganda.

Dua Momentum, Satu Tujuan

Tanggal 14 Juli diperingati sebagai Hari Pajak, dan pada 2025, temanya adalah “Pajak Tumbuh, Indonesia Tangguh”. Dalam perspektif pembangunan berkelanjutan, peringatan ini senada dengan Hari Anak Nasional. Pajak dan anak-anak mungkin terdengar tidak berkaitan secara langsung, tetapi sesungguhnya satu tak bisa berdiri tanpa yang lain. Tanpa penerimaan pajak yang optimal, program untuk anak-anak akan rapuh dan tidak berkelanjutan.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kini tak hanya berperan sebagai pemungut pajak, melainkan juga motor pembangunan inklusif. Berbagai langkah reformasi dilakukan, mulai dari digitalisasi sistem inti pajak (CTAS) hingga upaya perluasan basis pajak. Tujuannya tak lain adalah agar penerimaan negara tetap kuat dan mampu mendanai kebutuhan strategis seperti pendidikan, kesehatan, dan perlindungan bagi anak-anak.

Fiskal untuk Anak, Masa Depan untuk Indonesia

Di era ketidakpastian global, krisis iklim, dan transformasi digital, arah kebijakan fiskal harus berpihak kepada anak-anak sebagai kelompok paling rentan sekaligus paling menjanjikan. Anak-anak hari ini adalah SDM unggul esok hari, yang akan menentukan apakah Indonesia benar-benar bisa mewujudkan visi Generasi Emas 2045.

Karena itu, Hari Anak Nasional 2025 harus dimaknai lebih dari sekadar seremonial. Ini adalah momen untuk menegaskan bahwa anak-anak hanya bisa tumbuh hebat jika negara memiliki sistem fiskal yang kuat. Maka, menjaga kredibilitas sistem perpajakan, meningkatkan kepatuhan, serta mengelola belanja negara secara transparan dan tepat sasaran adalah langkah penting dalam menciptakan Indonesia yang kuat, adil, dan inklusif di masa depan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index