JAKARTA - Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) kini telah menembus panjang 1.235 kilometer, menjadi proyek infrastruktur monumental yang tidak hanya menghubungkan wilayah di pulau Sumatera, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi regional. Namun, keberhasilan pembangunan tol sepanjang ini tidak lepas dari tantangan kompleks, mulai dari birokrasi yang rumit, pembebasan lahan yang memakan waktu, hingga dinamika pembiayaan yang menuntut strategi cermat.
PT Hutama Karya (Persero) sebagai pengelola utama proyek ini mengambil peran sentral dalam menjawab beragam kendala tersebut dengan manajemen risiko yang terencana dan adaptif. JTTS yang diamanahkan lewat Peraturan Presiden Nomor 100 Tahun 2014 dan diperkuat Perpres Nomor 42 Tahun 2024 ini bukan sekadar pembangunan jalan tol biasa, melainkan tulang punggung konektivitas Sumatera yang diharapkan membuka akses ekonomi baru serta memperkuat sistem logistik nasional.
Dalam forum International Conference on Infrastructure (ICI) 2025, Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono menegaskan bahwa pembangunan jalan tol harus berperan sebagai bagian dari ketahanan nasional dengan membuka akses ekonomi dan mendukung distribusi logistik secara efisien.
Executive Vice President Sekretaris Perusahaan Hutama Karya, Adjib Al Hakim, menambahkan, “Tol ini juga mendorong distribusi hasil industri dan pertanian lebih efisien serta berkontribusi terhadap peningkatan pendapatan masyarakat hingga 70 persen.” Dengan kata lain, JTTS tidak hanya mempercepat perjalanan dan menekan biaya logistik, tetapi juga membawa dampak ekonomi yang nyata bagi masyarakat lokal.
Manajemen Risiko dan Inovasi Teknologi Jadi Kunci
Meskipun membawa manfaat besar, perjalanan pembangunan JTTS tidak selalu mulus. Tantangan utama yang dihadapi adalah pembebasan lahan dan proses administratif yang kompleks, seperti penerbitan Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF), yang memerlukan koordinasi intensif antar lembaga dan sering menyebabkan penundaan. Adjib menjelaskan bahwa keterlambatan ini dapat menimbulkan pembengkakan biaya dan gangguan arus kas proyek.
Untuk mengatasi hal ini, Hutama Karya menerapkan strategi manajemen risiko yang meliputi penyesuaian masa konsesi tol, serta diversifikasi sumber pendanaan melalui Penyertaan Modal Negara (PMN), obligasi, dan pinjaman perbankan. Salah satu skema inovatif yang diterapkan adalah Pembayaran Berkala Berbasis Layanan (PBBL), yang didasarkan pada kinerja proyek. Sistem ini mengurangi risiko yang timbul dari ketidakpastian lalu lintas harian dan sekaligus membantu pemerintah mengelola fiskal secara efisien.
Selain aspek pembiayaan, teknologi digital menjadi pilar penting dalam mempercepat pelaksanaan proyek. Hutama Karya menggunakan sistem pemantauan progres proyek secara real-time yang memungkinkan identifikasi cepat atas potensi deviasi jadwal dan percepatan pengerjaan. Pendekatan berbasis data juga diterapkan dalam menganalisis sensitivitas biaya, risiko keterlambatan, dan kelayakan finansial setiap ruas tol. Hasil analisis ini digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan yang tepat di tengah dinamika proyek yang kompleks.
Adjib juga menyebut bahwa mereka melakukan stress testing dan simulasi skenario secara rutin untuk mengantisipasi dampak fluktuasi harga bahan baku, perubahan kebijakan fiskal, hingga kondisi ekonomi global yang tidak stabil. Langkah ini penting agar proyek tetap berjalan lancar meski menghadapi ketidakpastian di luar kendali langsung.
Hingga saat ini, beberapa ruas tol sudah beroperasi penuh seperti Tol Bakauheni – Terbanggi Besar (140 km), Tol Terbanggi Besar – Kayu Agung (189 km), Tol Palembang – Indralaya (22 km), Tol Pekanbaru – Dumai (132 km), dan Tol Medan – Binjai (17 km). Sementara ruas lainnya masih dalam proses pembangunan.
Dengan total panjang tol yang terus bertambah, JTTS memainkan peran vital dalam mempercepat distribusi barang, meningkatkan efisiensi logistik, dan memperkuat daya saing Sumatera di kancah nasional maupun internasional. Selain itu, proyek ini juga membuka lapangan kerja baru dan mendukung peningkatan ekonomi lokal di berbagai daerah sepanjang koridor tol.
Manajemen risiko yang responsif dan pendekatan inovatif menjadikan JTTS lebih dari sekadar proyek fisik, melainkan simbol komitmen dalam membangun masa depan Indonesia yang terintegrasi dan berkelanjutan.