JAKARTA - Pasar saham Asia diprediksi menguat pada Jumat, 11 Juli 2025, mengikuti momentum positif yang dibangun oleh Wall Street. Kenaikan indeks saham berjangka di Jepang, Australia, dan Hong Kong merefleksikan optimisme investor yang mulai beralih fokus dari ketidakpastian akibat tarif perdagangan menuju musim laporan keuangan korporasi yang akan segera dimulai.
Indeks S&P 500 Amerika Serikat pada Kamis lalu menguat 0,3%, menambah performa tahun ini menjadi kenaikan 6,8%. Pergerakan ini menunjukkan pasar sudah melupakan kekhawatiran terhadap tarif resiprokal yang diumumkan beberapa bulan lalu dan mulai menantikan hasil bisnis kuartal kedua.
Faktor Pendukung dan Tantangan Pasar
Sentimen positif didukung oleh laporan optimistis dari beberapa perusahaan besar seperti Delta Air Lines dan ekspansi rencana Tesla untuk layanan Robotaxi di beberapa negara bagian AS. Selain itu, Nvidia Corp sukses menembus nilai pasar di atas US$4 triliun, didukung pertemuan CEO-nya dengan Presiden Trump sebelum perjalanan ke China.
Meskipun demikian, pasar masih menghadapi sejumlah tantangan. Obligasi Treasury AS menunjukkan permintaan kuat, terutama pada lelang bertenor 30 tahun, mengindikasikan kewaspadaan terhadap defisit anggaran dan dampak kebijakan tarif. Dolar AS bergerak fluktuatif, sementara emas menguat dan harga minyak mengalami koreksi seiring potensi penghentian kenaikan produksi oleh OPEC+.
Intervensi mata uang oleh otoritas Hong Kong juga menjadi perhatian, guna menjaga stabilitas nilai tukar di tengah volatilitas pasar. Sementara itu, data klaim pengangguran AS yang turun selama periode libur tidak memicu reaksi berlebihan di pasar.
Prospek Kebijakan Suku Bunga dan Tarif Perdagangan
Pernyataan dari pejabat Federal Reserve memberikan gambaran beragam mengenai arah kebijakan moneter. Mary Daly dari The Fed San Francisco masih membuka kemungkinan dua kali pemotongan suku bunga tahun ini, meski dampak inflasi dari tarif dianggap belum signifikan. Sedangkan Alberto Musalem dari The Fed St. Louis menilai terlalu dini untuk menilai efek jangka panjang tarif pada harga.
Ketidakpastian mengenai kebijakan tarif masih membayangi pasar hingga saat ini, dengan kejelasan diperkirakan baru muncul setelah 1 Agustus. Hal ini turut mempengaruhi ekspektasi pemotongan suku bunga yang semakin berkurang, terutama untuk Juli dan September, sehingga suku bunga kemungkinan akan tetap tinggi untuk jangka waktu lebih lama.
Dengan dinamika tersebut, investor di kawasan Asia disarankan untuk memantau perkembangan kebijakan perdagangan dan laporan keuangan perusahaan dengan seksama. Kondisi pasar saat ini menunjukkan adanya peluang penguatan, tetapi juga memerlukan kehati-hatian menyikapi risiko yang masih ada.