JAKARTA - Pasar saham Amerika Serikat, yang dikenal sebagai Wall Street, mencatat penguatan signifikan pada perdagangan Selasa sore waktu setempat (Rabu pagi WIB). Indeks S&P 500 menguat 0,58 persen dan ditutup di level 5.970,37, didorong terutama oleh lonjakan saham Nvidia, perusahaan pembuat chip terkemuka dalam teknologi artificial intelligence (AI). Kenaikan ini sekaligus menunjukkan optimisme investor menjelang potensi rincian kesepakatan perdagangan antara Amerika Serikat dengan mitra dagangnya.
Selain S&P 500, indeks Dow Jones Industrial Average juga melonjak 214,16 poin atau 0,51 persen ke level 42.519,64. Sedangkan indeks Nasdaq Composite meningkat 0,81 persen, menutup perdagangan di angka 19.398,96. Pergerakan positif ini sebagian besar didukung oleh sektor teknologi, khususnya saham Nvidia dan perusahaan chip lainnya.
Saham Nvidia naik hampir 3 persen pada penutupan Selasa, memperpanjang tren positif yang sudah terlihat pada hari sebelumnya. Peningkatan ini bahkan membuat kapitalisasi pasar Nvidia melampaui Microsoft untuk pertama kalinya sejak Januari 2025. Saham produsen chip lain seperti Broadcom dan Micron Technology juga ikut menguat, masing-masing naik lebih dari 3 persen dan 4 persen.
Kenaikan harga saham Nvidia dan kawan-kawan terjadi di tengah spekulasi investor terkait kemungkinan adanya kesepakatan dagang antara Amerika Serikat dan negara lain. Hal ini memicu harapan terhadap perbaikan iklim bisnis dan mengurangi ketidakpastian yang selama ini membebani pasar.
Meski begitu, pergerakan positif Wall Street ini terjadi di tengah adanya sentimen hati-hati setelah Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) merevisi turun proyeksi pertumbuhan ekonomi AS. OECD memprediksi ekonomi AS hanya tumbuh sebesar 1,6 persen pada 2025, turun signifikan dari proyeksi sebelumnya yang sebesar 2,2 persen.
Menurut OECD, penurunan proyeksi ini disebabkan oleh faktor tarif perdagangan dan ketidakpastian kebijakan yang masih membayangi. "Tarif dan kebijakan yang tidak pasti menjadi hambatan utama bagi pertumbuhan ekonomi AS," demikian pernyataan dari OECD yang dikutip dalam laporan terbaru mereka.
Ketegangan perdagangan global juga turut mewarnai dinamika pasar. Pemerintah China secara resmi menuding AS melanggar gencatan senjata perdagangan, berbanding terbalik dengan klaim dari Presiden Donald Trump yang menyatakan China tidak menaati perjanjian yang telah disepakati. Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, menyatakan bahwa Presiden Trump dan Presiden Xi Jinping dari China dijadwalkan segera mengadakan pembicaraan penting untuk membahas isu perdagangan.
Sementara itu, Uni Eropa mengeluarkan pernyataan tegas menanggapi rencana Presiden Trump yang ingin menggandakan tarif impor baja menjadi 50 persen. Uni Eropa menyebut tindakan tersebut dapat merusak negosiasi yang sedang berlangsung dan mengancam hubungan perdagangan transatlantik. Seorang juru bicara Uni Eropa menegaskan, "Blok kami siap mengambil langkah balasan sebagai respons terhadap kebijakan tarif ini."
Kondisi geopolitik dan kebijakan tarif ini menjadi salah satu faktor yang membuat pasar saham bergerak hati-hati, meskipun sentimen positif dari sektor teknologi berhasil menopang kenaikan indeks utama Wall Street.