Fashion

Met Gala: Evolusi Acara Fashion Bergengsi yang Mengubah Wajah Industri Mode dan Budaya Populer Dunia

Met Gala: Evolusi Acara Fashion Bergengsi yang Mengubah Wajah Industri Mode dan Budaya Populer Dunia
Met Gala: Evolusi Acara Fashion Bergengsi yang Mengubah Wajah Industri Mode dan Budaya Populer Dunia

JAKARTA - Met Gala, yang rutin digelar setiap Senin pertama di bulan Mei, kini telah menjadi salah satu acara paling prestisius dan ikonik di dunia mode. Dari awalnya hanya sebagai makan malam penggalangan dana sederhana di tahun 1948, Met Gala kini menjelma menjadi panggung utama yang memadukan seni, sejarah, budaya, dan inovasi busana dalam satu malam penuh kemewahan.

Diselenggarakan oleh Costume Institute di Museum Seni Metropolitan (The Met), New York, acara ini selalu menyedot perhatian global. Selain parade busana spektakuler yang dikenakan oleh selebritas papan atas, tema tahunan yang diusung Met Gala juga kerap menginspirasi arah tren mode dan memicu diskusi budaya yang lebih luas.

Awal Mula Met Gala: Visi Eleanor Lambert

Met Gala pertama kali dicetuskan oleh Eleanor Lambert, seorang publicist ternama yang juga berjasa membentuk wajah industri fashion Amerika. Pada 1948, Lambert menggelar acara makan malam untuk mengumpulkan dana bagi Costume Institute. Tiket seharga 50 dolar pada masa itu tergolong mahal, dan hanya ditujukan untuk kalangan elit. Namun dari sana, akar dari salah satu perhelatan mode terbesar di dunia mulai tumbuh.

Perubahan signifikan mulai terasa ketika Diana Vreeland—mantan editor-in-chief Vogue—bergabung sebagai penasihat kreatif pada 1972. Vreeland memperkenalkan konsep tema tahunan yang kemudian menjadi daya tarik utama Met Gala. Salah satu tema awal yang ia rancang adalah The World of Balenciaga, yang merayakan karya legendaris desainer asal Spanyol, Cristóbal Balenciaga.

Peran Anna Wintour dan Transformasi Global Met Gala

Puncak perkembangan Met Gala terjadi ketika Anna Wintour mengambil alih tongkat komando sebagai editor Vogue pada tahun 1988. Di bawah kepemimpinannya, Met Gala berubah menjadi ajang ultra-eksklusif yang mempertemukan tokoh-tokoh berpengaruh dari berbagai dunia: mode, seni, film, hingga musik.

"Met Gala adalah tempat di mana mode bertemu seni dan budaya," kata Anna Wintour, dalam sebuah wawancara yang dikutip dari KapanLagi.com.

Wintour dikenal sangat selektif dalam menyusun daftar undangan. Para tamu tidak hanya dipilih karena ketenaran mereka, tetapi juga pengaruhnya terhadap kultur populer dan kreativitas personal dalam memaknai tema tahunan Met Gala.

Tema Met Gala: Refleksi Sosial dan Budaya

Salah satu kekuatan utama Met Gala terletak pada kemampuannya mengangkat tema yang tidak hanya relevan secara estetika, tetapi juga memiliki muatan sosial dan budaya yang mendalam. Tema 2025, misalnya, mengusung Superfine: Tailoring Black Style, terinspirasi dari buku karya Monica L. Miller. Tema ini merayakan dandisme dan warisan gaya busana komunitas kulit hitam yang selama ini sering kali diabaikan dalam narasi mode arus utama.

“Tema tahun ini adalah bentuk penghormatan terhadap sejarah dan pengaruh gaya busana komunitas kulit hitam yang telah lama membentuk budaya global,” ujar Monica L. Miller, penulis dan akademisi yang karyanya dijadikan inspirasi kuratorial tahun ini.

Tak jarang, tema Met Gala juga menimbulkan perdebatan. Pada 2015, tema China: Through the Looking Glass menuai kontroversi terkait representasi budaya Asia. Sementara pada 2019, Camp: Notes on Fashion mengundang diskusi soal estetika yang “berlebihan” dan bagaimana nilai-nilai yang dianggap ‘tidak sesuai’ justru bisa menjadi pusat perhatian dalam mode.

Mode Sebagai Bahasa Ekspresi

Met Gala telah membuktikan bahwa busana lebih dari sekadar estetika. Ia adalah bentuk ekspresi identitas, refleksi sejarah, dan pernyataan politik. Dalam banyak penampilan ikonik seperti gaun berbentuk chandelier, jubah bintang-bintang langit, hingga busana bersimbol perlawanan gender terlihat jelas bahwa mode telah berevolusi menjadi bahasa visual yang menyuarakan isu-isu penting dalam masyarakat.

“Setiap busana yang dikenakan di Met Gala adalah sebuah narasi visual. Ia bisa berbicara tentang sejarah, perjuangan, atau harapan,” ujar Andrew Bolton, kurator Costume Institute yang turut menentukan tema setiap tahunnya.

Met Gala dan Budaya Pop: Simbol Relevansi

Tak bisa dipungkiri, Met Gala adalah cerminan pengaruh mode dalam budaya populer. Kehadiran tokoh seperti Rihanna, Lady Gaga, Zendaya, hingga Billie Eilish dengan interpretasi tema yang mengejutkan sering kali menjadi viral dan diperbincangkan selama berminggu-minggu.

Dampak Met Gala pun tak berhenti di malam penyelenggaraan. Koleksi couture, penataan rambut, riasan wajah, hingga gaya berjalan di karpet merah dari Met Gala kerap menjadi inspirasi gaya bagi rumah mode dan publik dalam skala luas.

Selain itu, Met Gala juga berhasil menggabungkan seni, teknologi, dan lingkungan. Kolaborasi antara desainer dengan seniman digital, penggunaan bahan ramah lingkungan, serta pemanfaatan AI dan teknologi wearable dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa mode terus bergerak menuju masa depan yang berkelanjutan dan inklusif.

Lebih dari Sekadar Gala

Pada akhirnya, Met Gala adalah simbol evolusi dunia mode. Dari sekadar makan malam amal menjadi panggung raksasa budaya populer, Met Gala terus berkembang dan menyesuaikan diri dengan zaman. Ia bukan hanya tempat berkumpulnya para bintang, tapi juga ruang terbuka untuk percakapan tentang siapa kita, bagaimana kita melihat diri, dan seperti apa kita ingin dikenang dalam sejarah budaya.

Sebagaimana dikatakan oleh Anna Wintour, “Setiap tahun, Met Gala bukan hanya tentang apa yang dipakai seseorang, tapi tentang apa yang mereka wakili.”

Dengan menggabungkan estetika, sejarah, dan isu-isu sosial yang kompleks, Met Gala tidak hanya mempertahankan eksistensinya, tapi juga menjadi motor penggerak penting dalam dunia mode global.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index