JAKARTA — Masyarakat kini menghadapi tekanan baru dalam pembiayaan perumahan. Meski suku bunga dasar kredit (SBDK) secara rata-rata mengalami penurunan dalam lima tahun terakhir, besaran cicilan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) justru cenderung meningkat. Hal ini disebabkan oleh pengetatan likuiditas di sektor perbankan yang mendorong bank untuk menyesuaikan skema pembiayaan KPR.
Data terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa per Februari 2025, rata-rata SBDK untuk kredit jenis KPR berada di angka 9,09 persen, dengan kisaran antara 5,54 persen hingga 12,75 persen. Angka ini memang lebih rendah dibandingkan dengan posisi Januari 2025 sebesar 9,18 persen. Namun demikian, jika dibandingkan secara tahunan, tren justru menunjukkan peningkatan. Pada Februari 2024, rata-rata SBDK KPR hanya sebesar 8,98 persen.
Kondisi ini menandakan bahwa suku bunga dasar belum serta-merta menjadi acuan langsung bagi besaran cicilan nasabah, khususnya untuk KPR dengan skema bunga mengambang (floating). Pengetatan likuiditas menjadi faktor utama di balik kenaikan tersebut, yang menyebabkan perbankan mengatur kembali komponen bunga kredit untuk menjaga keberlanjutan pembiayaan.
"Walau SBDK KPR secara umum menurun dalam lima tahun terakhir, cicilan KPR tetap meningkat karena bank harus menyesuaikan margin bunga akibat kondisi likuiditas yang makin ketat," ujar pejabat OJK seperti dikutip dalam laporan resmi bulanan.
Pengetatan likuiditas ini tidak lepas dari kondisi perekonomian global dan nasional yang masih bergejolak. Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) dalam beberapa bulan terakhir untuk menahan laju inflasi juga berdampak pada biaya dana (cost of fund) yang ditanggung bank.
Akibatnya, konsumen dengan skema KPR mengambang harus siap menghadapi cicilan bulanan yang fluktuatif. Bank lebih berhati-hati dalam memberikan suku bunga tetap (fixed rate) yang terlalu panjang, dan lebih cepat mengalihkan nasabah ke bunga mengambang setelah periode promo selesai.
Sementara itu, sektor properti juga turut terdampak. Konsultan properti memperkirakan bahwa kenaikan cicilan KPR dapat menurunkan minat beli rumah, terutama di segmen masyarakat kelas menengah yang sangat sensitif terhadap pergerakan cicilan.
Untuk itu, calon debitur disarankan untuk memperhatikan detail skema suku bunga yang ditawarkan bank, serta mempertimbangkan berbagai simulasi cicilan, termasuk dalam skenario suku bunga tinggi.
Dengan kondisi pasar yang menantang ini, pengelolaan likuiditas bank dan kebijakan moneter pemerintah akan menjadi faktor krusial dalam menjaga stabilitas sektor pembiayaan perumahan nasional.