Harga Batu Bara Turun Meski Trump Janjikan Dukungan

Kamis, 25 September 2025 | 07:04:53 WIB
Harga Batu Bara Turun Meski Trump Janjikan Dukungan

JAKARTA - Harga batu bara terus mengalami penurunan dalam empat hari terakhir. Per Kamis, 25 September 2025, kontrak Oktober ditutup di level US$104,65 per ton, turun 0,72%.

Tren negatif ini memperpanjang pelemahan kumulatif menjadi 3,02% dalam empat hari terakhir.
Penurunan terjadi meski ada kabar dukungan dari pemerintah Amerika Serikat untuk pembangkit batu bara.

Menteri Energi AS, Chris Wright, menyebut pemerintah Trump menyiapkan rencana berbasis pasar.
Tujuannya menahan laju penutupan pembangkit listrik batu bara menjelang lonjakan permintaan energi akibat kecerdasan buatan (AI).

Strategi Pemerintah AS dan Dukungan Trump

Wright menjelaskan bahwa mekanisme pasar akan memudahkan investor membangun dan mengoperasikan pembangkit listrik yang ada.
Presiden Donald Trump diprediksi akan menyampaikan pidato terkait inisiatif ini, menekankan pentingnya menjaga pembangkit yang masih layak secara ekonomi.

Namun, meski ada dukungan, realitas menunjukkan tren penurunan penggunaan batu bara di AS.
Saat ini, batu bara hanya menyumbang sekitar 15% dari pembangkit listrik nasional, turun drastis dari lebih dari 50% pada 2000.

Michelle Bloodworth, presiden asosiasi America's Power, menyebut 120 pembangkit batu bara tambahan dijadwalkan tutup lima tahun ke depan.
Alasan utama adalah regulasi lingkungan yang membuat operasional menjadi tidak ekonomis.

Selain itu, PLTU batu bara berdampak negatif pada kesehatan, meningkatkan risiko penyakit pernapasan, serangan jantung, dan kematian dini.

Pasar Batu Bara Metalurgi Tetap Menjanjikan

Sementara itu, batu bara metalurgi atau kokas masih diminati pasar global.
Australia menjadi pengekspor utama, mencapai 154 juta ton metrik pada 2024, 52% dari total ekspor global.

Negara kedua adalah Amerika Serikat dengan 51,5 juta ton, diikuti Rusia 38,4 juta ton dan Kanada 28 juta ton.
Harga batu bara metalurgi melemah akibat pasokan melimpah dan perlambatan produksi baja pada 2025, meski prospeknya tetap positif.

Negara berkembang di Asia, seperti India dan Vietnam, diperkirakan meningkatkan kapasitas baja dalam beberapa tahun mendatang.
India sendiri akan meningkatkan produksi baja hingga 300 juta ton dalam 10 tahun, dan sebagian besar masih mengimpor batu bara metalurgi.

Kapasitas pembangunan pabrik baja berbasis Basic Oxygen Furnace (BOF) membutuhkan batu bara metalurgi.
Hal ini memastikan permintaan tetap tinggi meski produksi batu bara metalurgi baru terbatas.

Chris Urzaa, General Manager Marketing & Logistics Pembroke Resources, menyebut hanya tiga tambang metalurgi baru yang akan beroperasi sebelum 2030.
Sementara tambang lama mendekati akhir masa produksinya, menambah tekanan pada ketersediaan pasokan global.

Outlook dan Tantangan Industri Batu Bara

Meski ada dukungan Trump di AS, pelemahan harga batu bara jangka pendek masih terlihat nyata.
Pasar menghadapi kontradiksi antara kebijakan domestik yang mendorong penggunaan batu bara dan tren global yang menurun.

Di sisi lain, batu bara metalurgi tetap menjadi aset strategis bagi pembangunan industri baja di Asia.
Permintaan diperkirakan meningkat di tahun-tahun mendatang, sementara pasokan terbatas dan tambang baru sedikit.

Dengan kombinasi faktor ini, harga batu bara termal dan metalurgi akan tetap fluktuatif.
Investor dan pengambil kebijakan harus menyeimbangkan antara keamanan energi, regulasi lingkungan, dan peluang pasar global.

Terkini