JAKARTA - Pertumbuhan penyaluran pembiayaan melalui pinjaman daring (pindar) kini semakin banyak melibatkan sektor perbankan. Dalam beberapa tahun terakhir, bank-bank di Indonesia tak hanya berperan sebagai penyedia kredit tradisional, tetapi juga aktif menjadi super lender di platform pinjaman berbasis teknologi.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economics and Law Studies (Celios) mengungkapkan, tren ini menunjukkan adanya peningkatan ketertarikan dari perbankan untuk memanfaatkan potensi pembiayaan digital. “Banyak perbankan itu akhirnya juga berinvestasi melalui pinjaman daring sebagai super lender dan kita temukan angkanya terus meningkat, porsinya terus meningkat, dan ini yang saya kira sebenarnya industri itu juga bisa memanfaatkan ketertarikan dari perbankan untuk menjadi super lender di platform tersebut,” jelasnya dalam sebuah diskusi bertema “Dampak Regulasi Batas Maksimum Manfaat Ekonomi Pinjaman Daring” di Jakarta, Senin.
Porsi Penyaluran Perbankan Naik Pesat
Data Celios menunjukkan kenaikan signifikan porsi penyaluran perbankan melalui platform pindar. Pada Januari 2021, porsinya berada di angka 10,8 persen. Angka ini meningkat menjadi 23,8 persen di pertengahan 2022, lalu melonjak hingga 57,1 persen pada Juli 2024, dan kembali naik menjadi 61,7 persen pada Januari 2025.
Huda menilai ada beberapa faktor pendorong di balik tren ini. Salah satunya adalah penerapan innovative credit scoring oleh platform sesuai ketentuan perbankan. Sistem ini memudahkan bank untuk menilai kelayakan calon penerima pembiayaan, sehingga risiko kredit dapat ditekan.
Selain itu, imbal hasil yang kompetitif juga menjadi daya tarik. Rata-rata pengembalian berada di kisaran 15-20 persen per tahun. Nilai Compound Annual Growth Rate (CAGR) sebesar 25 persen pada periode 2020-2025 turut mencerminkan pertumbuhan majemuk tahunan yang konsisten dari jumlah rekening lender.
“Ternyata dari lender, ini yang bisa kita bilang pinjaman daring ini tingkat pengembalian itu relatif lebih tinggi dibandingkan dengan aset investasi lainnya,” ungkap Huda.
Dampak bagi Borrower dan Pertumbuhan Pinjaman
Celios mencatat bahwa pembiayaan lewat pindar memberikan manfaat langsung bagi borrower. Outstanding pinjaman mengalami lonjakan besar, dengan penyaluran pinjaman bulanan yang sebelumnya sekitar Rp6,88 triliun pada 2020, meningkat menjadi lebih dari Rp28 triliun pada 2025.
Peningkatan ini sejalan dengan tingginya permintaan masyarakat terhadap layanan pembiayaan digital berbasis aplikasi. Faktor kemudahan akses, proses yang cepat, serta fleksibilitas yang lebih baik dibandingkan perbankan tradisional menjadi alasan utama masyarakat beralih ke platform digital.
Fenomena ini juga dipengaruhi oleh penurunan pangsa kredit Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) terhadap total kredit perbankan, serta semakin meluasnya tren meminjam melalui gawai hingga ke kelompok usia di atas 15 tahun.
Fintech Dorong Inklusi Keuangan
Temuan Celios melalui metode estimasi Difference-in-Difference menunjukkan bahwa kehadiran teknologi finansial (fintech) telah meningkatkan indeks inklusi keuangan secara signifikan, sebesar 0,415 poin. Sebelum adanya fintech, indeks inklusi keuangan berada di angka 0,406. Setelah hadirnya fintech, nilainya melonjak menjadi 0,712.
Peningkatan ini menandakan bahwa fintech berperan besar dalam memperluas akses layanan keuangan, terutama bagi masyarakat yang sebelumnya sulit mendapatkan layanan perbankan formal.
“Kita temukan juga bahwa di satu sisi 40 persen masyarakat kelas menengah ke bawah itu ternyata terbantu juga dari adanya financial teknologi. Jadi ini memang yang kita lihat manfaat positifnya dari borrower,” ujar Huda.
Huda menekankan bahwa selain memberi peluang investasi bagi lender, platform pinjaman daring juga menjadi solusi keuangan yang inklusif. Keduanya berjalan beriringan—mendorong perbankan untuk lebih aktif dalam inovasi pembiayaan sekaligus memberi ruang bagi masyarakat untuk mengakses dana dengan proses yang lebih cepat dan persyaratan yang lebih fleksibel.
Dengan pertumbuhan yang terus meningkat dan dukungan teknologi yang semakin canggih, kolaborasi antara perbankan dan platform pinjaman daring diperkirakan akan terus berkembang, menjadi salah satu motor penggerak inklusi keuangan di Indonesia.