JAKARTA - Proyek pembangunan Tol Jogja–Bawen, yang digadang-gadang mampu meningkatkan konektivitas antara Yogyakarta dan Jawa Tengah, kini menghadapi tantangan besar pada tahap pembebasan lahan. Proses ini menjadi penghambat utama, meskipun beberapa seksi pembangunan sudah hampir rampung.
Sejumlah bidang tanah masih belum tuntas melalui tahapan administrasi dan validasi. Bahkan, sebagian sempat tertolak oleh Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN), membuat pembayaran ganti rugi tertunda. Akibatnya, percepatan pembangunan jalan tol yang menjadi proyek strategis nasional ini harus menunggu penyelesaian masalah lahan agar konstruksi bisa berjalan lancar.
Warga Terdampak Masih Menunggu Uang Ganti Rugi
Bagi warga terdampak, keterlambatan pembebasan lahan menjadi persoalan tersendiri. Sugianto, warga Desa Candisari, Secang, menceritakan bahwa proses pencairan uang ganti rugi (UGR) untuk lahan sawah seluas lebih dari 7.000 meter persegi yang dimilikinya memakan waktu hampir dua tahun.
“Saya lega akhirnya pencairannya terjadi setelah menunggu lama, dan dana ini akan saya gunakan untuk pendidikan anak,” ujar Sugianto. Lahan yang ia beli pada 2012 dengan harga sekitar Rp 250 juta kini diganti dengan kompensasi senilai Rp 5 miliar.
Kepala BPN Kabupaten Magelang, A Yani, menjelaskan bahwa pada sesi pencairan terakhir, terdapat 75 bidang tanah dengan total luas 62.527 meter persegi yang sudah dibayarkan, dengan nilai ganti rugi lebih dari Rp 86 miliar. Namun, masih ada sejumlah bidang yang belum menerima pembayaran karena harus melalui proses verifikasi di LMAN. Bidang yang tersisa umumnya berupa lahan pertanian dan beberapa bangunan usaha masyarakat.
Administrasi Belum Tuntas Hambat Pembangunan
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pengadaan Tanah menegaskan bahwa sekitar 2 persen lahan di Seksi 1 proyek tol ini belum selesai. Ada 20–26 bidang yang tertahan di tahap persetujuan LMAN akibat data administrasi yang tidak sinkron atau dokumen yang belum lengkap.
Saat ini, pihak terkait sedang melakukan pengajuan ulang agar pembebasan lahan dapat tuntas sesuai target, yakni pada Oktober 2025. Sementara itu, DPR RI melalui Komisi V turut menyoroti hambatan ini dan mendesak agar proses di Temanggung, salah satu titik kritis proyek, segera dipercepat demi kelanjutan pembangunan tol.
Jika proses pembebasan lahan terus tertunda, jadwal konstruksi bisa bergeser dan berdampak pada target operasional. Padahal, kehadiran Tol Jogja–Bawen diharapkan dapat menjadi pendorong ekonomi dan pariwisata di wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah, sekaligus mengurai kepadatan lalu lintas jalur konvensional.
Harapan Percepatan dan Manfaat ke Depan
Pemerintah dan pemangku kepentingan diharapkan segera menyelesaikan persoalan administrasi agar masyarakat yang terdampak bisa menerima haknya tepat waktu. Koordinasi antara BPN, LMAN, dan pemerintah daerah menjadi kunci agar tidak ada keterlambatan lebih lanjut.
Bagi masyarakat terdampak, pencairan UGR bukan sekadar kompensasi materi, tetapi juga menjadi modal untuk masa depan, mulai dari pendidikan hingga pengembangan usaha. Sementara itu, dari sisi publik, kecepatan penyelesaian proyek akan mempercepat hadirnya manfaat ekonomi dan sosial yang dijanjikan jalan tol ini.
Dengan penyelesaian yang terkoordinasi, diharapkan Proyek Tol Jogja–Bawen bisa segera melaju sesuai rencana, menjadi infrastruktur strategis yang menghubungkan wilayah dan membuka peluang baru di sektor ekonomi dan transportasi.