Timnas Basket 3x3 Putri Tersingkir, Evaluasi Jadi Titik Balik

Jumat, 25 Juli 2025 | 10:21:04 WIB
Timnas Basket 3x3 Putri Tersingkir, Evaluasi Jadi Titik Balik

JAKARTA - Kegagalan di ajang 3x3 Women’s Series Jakarta 2025 tak membuat langkah Timnas basket 3x3 putri Indonesia berhenti. Alih-alih larut dalam kekecewaan, para pemain dan pelatih justru menjadikan hasil minor ini sebagai bahan evaluasi besar untuk membenahi fondasi tim ke depan, terutama menyangkut kesiapan menghadapi tekanan pertandingan dan keterbatasan pengalaman.

Timnas 3x3 putri Indonesia tampil dalam gelaran Inaspro 3x3 Jakarta 2025 yang digelar di Plaza Parkir Timur Gelora Bung Karno. Ajang ini dimulai dengan 3x3 Women's Series pada 24-25 Juli 2025, kemudian dilanjutkan FIBA 3x3 Challenger Jakarta pada 26-27 Juli. Sebagai tuan rumah, Indonesia menurunkan empat tim termasuk skuad putri, yang harus menerima kenyataan tersingkir lebih awal setelah menderita dua kekalahan.

Pada laga pembuka, Indonesia tak mampu menyaingi dominasi Australia dan Filipina. Mereka kalah telak 5-21 dari Australia dan kembali tumbang 8-21 dari Filipina. Hasil tersebut membuat langkah mereka terhenti, sekaligus mencuatkan pertanyaan besar soal kesiapan tim menuju target jangka panjang seperti Olimpiade.

Minim Jam Terbang Jadi Kendala

Pelatih Timnas 3x3 Indonesia, Fandi Andika Ramadhani, secara terbuka mengakui kekalahan timnya sebagai dampak dari minimnya pengalaman bertanding. Tim yang diturunkannya kali ini baru terbentuk satu bulan sebelum turnamen berlangsung, sangat kontras dengan lawan-lawannya yang sudah melalui banyak kompetisi internasional.

“Balik lagi, 3x3 ini harus banyak game. Tim ini baru kami bentuk satu bulan. Australia ya enggak usah ditanya, mereka juara Asia Cup 2025. Filipina juga sudah ikut women’s series dari tiga bulan lalu di Eropa,” jelas Fandi.

Ia menambahkan, "Ini women’s series pertama buat kami. Saya juga belajar sebagai pelatih, pemain juga belajar." Pernyataan ini menggambarkan bahwa tim belum memiliki ritme kompetitif yang cukup untuk menghadapi tekanan di level internasional.

Pemain Timnas 3x3, Evelyn Fiyo, juga mengakui tekanan pertandingan membuat pola permainan yang selama ini dilatih tidak muncul saat pertandingan berlangsung.

“Game pertama lawan Australia, pattern yang kami lakukan di latihan sebenarnya enggak keluar. Itu mungkin karena kami belum terbiasa dengan pressure dari lawan. Kalau kami latihan, jujur saja kekurangan pengalaman dan pemain yang bantu latihan atau game,” ujar Evelyn.

Meski begitu, menurutnya permainan mulai membaik saat laga kedua melawan Filipina. Namun, tim kembali kehilangan arah dalam situasi tertentu. “Beberapa situasi itu mulai stuck lagi. Egonya keluar sendiri-sendiri, tapi ini pelajaran bagi kita semua,” tambahnya.

Masalah lain yang disorot adalah soal aspek strategi dan kecerdasan bermain di lapangan. Menurut Evelyn, pemain Indonesia perlu mengandalkan kecerdasan taktik mengingat secara ukuran fisik dan kecepatan, lawan punya keunggulan.

“Kami harus lebih smart. Kalau size, fisik, speed itu sudah pasti kalah. Jadi yang diandalkan harus otak. Itu yang kurang di pemain Indonesia, jujur saja. Kami lebih seperti robot, terpaku jalannya begini, tapi tak melihat situasi di lapangan gimana,” ucapnya.

Nathasa Debby Christaline, pemain senior yang kembali bergabung dalam tim, menilai bahwa proses pembentukan kekompakan butuh waktu yang tidak singkat. “Ini women’s series pertama aku, karena sudah lama tak bela Indonesia. Keputusan balik, dikasih kesempatan ketemu dengan anak-anak baru, masih muda, memang butuh waktu jaga kekompakan,” kata Nathasa. Ia menekankan pentingnya jangka waktu latihan yang lebih panjang ke depan.

Rencana Jangka Panjang dan Harapan Menuju Olimpiade

Gelaran ini sejatinya bukan sekadar turnamen prestisius, melainkan bagian dari rangkaian upaya Indonesia mengumpulkan poin negara dalam rangka menuju Olimpiade. Namun, hasil yang kurang memuaskan membuat stakeholder olahraga basket harus segera menyusun rencana jangka panjang yang lebih matang.

Menurut Fandi, solusi yang harus segera ditempuh adalah membentuk talent pool khusus 3x3, dengan skuad tetap yang terus dibina dan dikirim ke berbagai event. “At least ada 8-10 pemain yang memang kami pertahankan. Mereka kita ikutkan pertandingan, even itu latihan atau keluar. Jadi skuadnya enggak berubah-ubah,” jelasnya.

Ia menyoroti praktik pergantian skuad yang terlalu sering sebagai penghambat perkembangan. “Misalnya event A ini, event B ganti lagi, kitanya juga capek membangun 3x3 lagi karena itu yang susah,” ujar Fandi.

Ke depan, Fandi berharap Indonesia punya program jangka panjang untuk try out selama satu tahun agar pemain terbiasa dengan ritme pertandingan sesungguhnya. “Karena kita kurang game, sementara 3x3 itu situasional. Games itu yang tidak kita dapat di latihan,” pungkasnya.

Terkini

BPJS Kesehatan Bisa Tanggung Biaya Pembersihan Telinga

Kamis, 11 September 2025 | 15:55:35 WIB

Pasar Otomotif Domestik Lesu, Ekspor Tumbuh Positif

Kamis, 11 September 2025 | 15:55:34 WIB

Kapal Penyeberangan Banda Aceh Sabang Siap Layani Penumpang

Kamis, 11 September 2025 | 15:55:32 WIB

Harga Minyak Dunia Stabil, Fokus Kembali ke Permintaan

Kamis, 11 September 2025 | 15:55:31 WIB

Ketersediaan BBM Shell di Jabodetabek Masih Terbatas

Kamis, 11 September 2025 | 15:55:29 WIB