6 Mitos Tekno AI yang Akhirnya Terbantahkan Lewat Riset Baru

Senin, 21 Juli 2025 | 10:43:01 WIB
6 Mitos Tekno AI yang Akhirnya Terbantahkan Lewat Riset Baru

JAKARTA - Ketakutan terhadap artificial intelligence (AI) yang dianggap mengancam pekerjaan manusia kian berkembang. Namun, riset terbaru justru menunjukkan sebaliknya: AI menjadikan manusia lebih bernilai, bukan sebaliknya.

Isu bahwa AI akan menggantikan peran manusia dalam dunia kerja kerap menjadi kekhawatiran global. Namun sebuah laporan riset yang dirilis oleh firma jasa profesional PwC membantah mitos tersebut. Temuan mereka memperlihatkan bahwa penerapan AI di berbagai industri justru menciptakan lebih banyak peluang kerja serta meningkatkan produktivitas dan upah.

“Yang menyebabkan orang bereaksi dalam lingkungan ini adalah kecepatan inovasi teknologi. Kenyataannya adalah inovasi teknologi bergerak sangat, sangat cepat. Bergerak dengan kecepatan yang belum pernah kita lihat dalam inovasi teknologi sebelumnya,” jelas Kepala AI Global PwC Joe Atkinson.

Lebih lanjut, Atkinson menyatakan, “Laporan tersebut sebenarnya menunjukkan bahwa AI menciptakan lapangan kerja.”

Riset yang diterbitkan dalam laporan bertajuk AI Jobs Barometer 2025 itu menganalisis lebih dari 800 juta iklan pekerjaan dan ribuan laporan keuangan perusahaan di enam benua. Dari analisis tersebut, PwC membongkar enam mitos yang selama ini melekat pada teknologi AI.

Enam Mitos AI yang Dipatahkan Riset

1. Produktivitas
Mitos: AI belum berdampak besar terhadap produktivitas.
Fakta: Sejak 2022, industri yang paling tepat dalam mengadopsi AI mengalami pertumbuhan produktivitas hampir empat kali lipat. Sebaliknya, industri yang paling sedikit terpapar AI, seperti terapi fisik, justru mencatat penurunan.

Industri penerbitan software, yang sangat terpapar AI, mencatat pertumbuhan pendapatan per karyawan tiga kali lebih tinggi dari sektor lainnya.

2. Upah
Mitos: AI menekan upah pekerja.
Fakta: Berdasarkan data PwC, pekerja dengan keterampilan AI mendapatkan upah 56% lebih tinggi daripada yang tidak memiliki keterampilan AI untuk pekerjaan serupa—naik dari 25% tahun sebelumnya. Selain itu, upah tumbuh dua kali lebih cepat di industri yang paling terpapar AI.

3. Jumlah Pekerjaan
Mitos: AI mengurangi lapangan kerja.
Fakta: Bahkan di pekerjaan yang paling terpapar AI, pertumbuhan lapangan kerja tetap mencapai 38% antara 2019 hingga 2024. Angka ini memang lebih rendah dibanding pekerjaan yang minim paparan AI (65%), namun tetap menunjukkan arah positif.

4. Ketimpangan
Mitos: AI memperburuk kesenjangan upah dan peluang kerja.
Fakta: Laporan justru menunjukkan bahwa pekerjaan yang dapat ditambah atau diotomatisasi oleh teknologi mengalami peningkatan baik dari sisi jumlah maupun nilai upah. Bahkan, permintaan pemberi kerja terhadap gelar formal menurun lebih cepat pada pekerjaan terpapar AI, yang membuka lebih banyak akses bagi masyarakat luas.

5. Keterampilan
Mitos: AI akan membuat pekerjaan lebih sederhana dan tidak membutuhkan keterampilan.
Fakta: AI justru memperkaya konten pekerjaan dengan mengalihkan tugas-tugas rutin agar karyawan bisa fokus pada keterampilan bernilai tinggi seperti pengambilan keputusan. Contohnya, petugas entri data dapat berkembang menjadi analis data.

6. Otomatisasi
Mitos: Otomatisasi akan menurunkan nilai pekerjaan.
Fakta: Teknologi membentuk ulang pekerjaan yang bisa diotomatisasi menjadi lebih kreatif dan kompleks. Hal ini tidak hanya mempertahankan nilai pekerjaan, tetapi juga menjadikan pekerjanya lebih berharga.

AI Sebagai Solusi, Bukan Ancaman

Riset PwC juga menunjukkan bahwa adopsi AI justru dapat menjadi solusi bagi negara-negara yang mengalami penurunan populasi usia kerja. Peningkatan produktivitas yang dihasilkan oleh AI dapat menjadi penopang tenaga kerja yang menyusut.

“Ini adalah prediksi yang didukung oleh data produktivitas yang kami lihat. Saya pikir itu benar-benar dapat dan akan menjadi hal yang baik,” tambah Joe Atkinson.

Hal senada disampaikan oleh Carol Stubbings, Kepala Komersial Global PwC UK. Ia menegaskan bahwa bukan masalah pada hilangnya pekerjaan, tetapi perubahan keterampilanlah yang harus diantisipasi.

“Kita tahu bahwa setiap kali kita mengalami revolusi industri, ada lebih banyak pekerjaan yang diciptakan daripada yang hilang. Tantangannya adalah bahwa keterampilan yang dibutuhkan pekerja untuk pekerjaan baru bisa sangat berbeda,” ujarnya.

Laporan ini mengajak perusahaan untuk tidak sekadar fokus memangkas biaya melalui otomatisasi, melainkan menjadikan AI sebagai strategi pertumbuhan. Alih-alih menggantikan pekerja, perusahaan sebaiknya mendampingi karyawan dalam beradaptasi dan menciptakan peluang baru bersama.

“Sangat penting untuk menghindari perangkap ambisi yang rendah. Daripada membatasi fokus kita untuk mengotomatiskan pekerjaan masa lalu, mari kita ciptakan pekerjaan dan industri baru di masa depan,” ungkap laporan tersebut.

Dengan pendekatan yang tepat, AI dapat menjadi pemicu lahirnya model bisnis baru dan lapangan kerja baru yang sebelumnya tidak terbayangkan. Seperti disebut dalam laporan, dua pertiga pekerjaan di AS saat ini bahkan belum ada pada 1940, dan sebagian besar tercipta berkat kemajuan teknologi.

Terkini

BPJS Ketenagakerjaan Buka Rekrutmen Pegawai Baru 2025

Kamis, 11 September 2025 | 16:33:09 WIB

KUR BNI 2025 Solusi Pendanaan Ringan untuk UMKM

Kamis, 11 September 2025 | 16:33:08 WIB

KUR BRI 2025 Menjadi Solusi Modal Usaha Ringan UMKM

Kamis, 11 September 2025 | 16:33:07 WIB

KUR BSI 2025 Solusi Modal Syariah untuk UMKM Indonesia

Kamis, 11 September 2025 | 16:33:06 WIB

Skema Cicilan KUR BCA 2025 Pinjaman Rp100 Juta

Kamis, 11 September 2025 | 16:33:05 WIB