JAKARTA - Harga saham bank BUMN terus melemah karena beban penugasan pemerintah yang membebani likuiditas dan risiko operasi. Sekalipun program seperti pembangunan rumah subsidi atau hilirisasi mendorong volume bisnis, investor justru melihatnya sebagai risiko yang menaikkan ketidakpastian fundamental perbankan dan membatasi ekspansi premi serta kredit.
Proyek Pemerintah Bebani Sentimen Saham Perbankan
Menurut laporan, sejumlah program pemerintah mulai dari 3 juta rumah subsidi hingga pembiayaan koperasi desa diberikan kepada bank-bank pelat merah. Budi Herawan dan analis menyatakan bahwa penugasan ini menjadi sentimen negatif bagi saham bank karena meningkatkan risiko likuiditas dan kualitas kredit . Kondisi ini diperparah oleh perlambatan pertumbuhan DPK dan fluktuasi ekonomi global, yang menurunkan selera risiko investor asing .
Investor asing mencatat penjualan bersih besar pada saham perbankan, termasuk BBRI, BMRI, BBNI, dan BBCA, yang memicu turunnya IHSG dan harga saham blue‑chip perbankan hingga double-digit year-to-date . Kondisi ini mengindikasikan bahwa beban penugasan pemerintah yang berat menjadi sorotan utama dalam persepsi pasar.
Tantangan Internal: Regulasi dan Underwriting yang Semakin Ketat
Selain faktor eksternal, industri perbankan juga menghadapi tekanan internal. Perusahaan kini harus memenuhi ketentuan regulasi baru seperti ekuitas minimum berdasarkan POJK Nomor 23 Tahun 2023, serta menerapkan standar pelaporan PSAK 117 yang memengaruhi cadangan teknis dan ekuitas mereka . Hal ini menuntut selektivitas tinggi dalam underwriting dan pengelolaan risiko, sehingga memperlambat ekspansi kredit dan pertumbuhan premi.
Ekky Topan, analis Infovesta, menyebut bahwa risiko kualitas kredit pada segmen pelanggan berdaya beli rendah seperti peserta program KPR subsidi dapat semakin memperburuk kondisi keuangan bank jika mitigasi tidak kuat. Namun, ia juga melihat potensi pendapatan bunga yang stabil dari program pemerintah tertentu, jika dijalankan dengan kebijakan underwriting yang bijak .
Investasi Jangka Panjang vs Tekanan Pasar Jangka Pendek
Beberapa analis menyebut bahwa koreksi harga saham bank bersifat sementara dan jadi peluang jangka panjang. Mereka merekomendasikan saham seperti BMRI, BBRI, dan BBTN sebagai pilihan “buy on weakness”, terutama karena valuasi masih menarik dan kinerja fundamental relatif kuat .
Senada, OJK pun memastikan bahwa meskipun harga saham bank melorot, fundamental industri perbankan tetap solid, tercermin dari rasio permodalan (CAR) dan kualitas aset yang masih terjaga . Komisi XI DPR juga menyatakan hal serupa, menyebutkan bahwa bank BUMN memiliki kinerja mumpuni dan dividen tinggi, seharusnya mampu meredam dampak negatif dari sentimen pasar sementara .
Subjudul Opsional: Menavigasi Krisis dengan Strategi Adaptif
Bank-bank BUMN kini dihadapkan pada dilema antara mendukung program nasional atau menjaga kinerja keuangan. Banyak pihak menyarankan kerja sama dengan reasuradur nasional untuk memperkuat retensi risiko dan mengurangi ketergantungan pada reasuransi asing yang mahal. Inovasi produk dan penguatan tata kelola internal juga dianggap kunci agar stabilitas pelaporan keuangan terus terjaga .
Turunnya harga saham perbankan di pasar domestik bukan semata karena kondisi makro global, melainkan juga akibat adanya beban program pemerintah kepada BUMN perbankan. Di tengah ketatnya regulasi internal dan risiko meningkat pada kualitas kredit, industri perbankan perlu strategi adaptif dan kehati-hatian tinggi untuk memastikan kelangsungan kinerja keuangan yang sehat. Meskipun volatilitas pasar menekan sentimen investor, prospek jangka panjang tetap terbuka bagi bank yang mampu menjaga tata kelola dan manajemen risiko dengan kuat.