Inspiratif: Kreativitas Pemuda Buleleng Angkat Rindik Bali ke Dunia

Senin, 14 Juli 2025 | 13:32:25 WIB
Inspiratif: Kreativitas Pemuda Buleleng Angkat Rindik Bali ke Dunia

JAKARTA - Industri kerajinan alat musik tradisional Bali kini mendapatkan angin segar dari tangan kreatif seorang pemuda asal Desa Alasangker, Buleleng. Dengan ketekunan dan inovasi teknologi, I Gede Edi Budiana atau yang lebih dikenal dengan nama Edibud—berhasil membawa gamelan rindik khas Bali merambah pasar internasional.

Menggabungkan Tradisi dan Teknologi Digital

Edibud memulai perjalanan uniknya dari kecintaan mendalam pada gamelan sejak kecil. Berbeda dari pembuat rindik pada umumnya yang mengandalkan insting dan pendengaran, Edibud mengintegrasikan teknologi digital dalam proses pembuatannya. Ia menggunakan aplikasi penyetel nada (tuner) di ponsel pintar untuk menyempurnakan suara setiap bilah bambu rindik yang dirakitnya secara manual.

Dengan memanfaatkan teknologi ini, ia mampu mengonversi tangga nada tradisional slendro menjadi nada diatonis yang lebih presisi, sehingga menghasilkan kualitas suara yang konsisten dan dapat diandalkan. Pendekatan ini menjadi inovasi penting, sebab rindik buatan Edibud bukan hanya bernuansa tradisional, namun juga memenuhi standar musikal modern.

Proses produksi dimulai dari pemilihan bahan bambu berkualitas tinggi. Edibud menggunakan bambu Tabah khas Bali Utara dan bambu Hitam dari Jawa. Untuk memastikan ketahanan bahan, bambu direndam selama dua bulan dalam cairan insektisida dan EM4 guna menghilangkan kadar gula alami, membuatnya tahan terhadap rayap dan cuaca.

Dalam membuat alat musik, ia hanya mengandalkan peralatan sederhana seperti pisau blakas, pengutik, gerinda, dan bor listrik. Namun, perpaduan keterampilan tangan dan teknologi modern dalam penyetelan nada menghasilkan produk berkualitas tinggi yang kini diminati pasar domestik maupun internasional.

Dari Produksi Lokal ke Pasar Global

Setelah menyelesaikan pendidikan di jurusan komputer di Gianyar, Edibud kembali ke kampung halaman dan mendirikan dE Percussion di Desa Jinengdalem, sebagai pusat produksi dan workshop alat musik berbasis bambu.

Selain rindik, Edibud juga memproduksi berbagai alat musik tradisional lain seperti tingklik, angklung bambu, suling, kulkul (tektekan), hingga kincir angin bernada. Semua proses ini melibatkan komunitas lokal, memberdayakan warga sekitar untuk membuat pelawah dan mengukir, sehingga turut menjaga kearifan lokal sekaligus memberikan nilai ekonomi bagi masyarakat.

Promosi produk dE Percussion dilakukan melalui media sosial seperti Instagram dan TikTok dengan akun @dE_Percussion. Cara ini terbukti efektif membuka akses pasar lebih luas. Kini, Edibud rutin menerima pesanan dari berbagai negara seperti Australia, Jepang, Amerika Serikat (New York), dan Singapura, selain pasar lokal di Bali mulai dari Karangasem hingga Denpasar.

Harga rindik buatan Edibud bervariasi mulai dari Rp 1 juta hingga Rp 8 juta, tergantung ukuran, detail ukiran, dan tingkat kesulitan pembuatan. Selain produk standar, ia juga menerima pesanan khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan.

Seiring bertambahnya permintaan, Edibud tengah menyiapkan stok tambahan. Meskipun proses produksi memakan waktu lama untuk menjaga kualitas suara dan estetika, ia optimis mampu memenuhi kebutuhan pasar yang terus berkembang.

Harapan untuk Melestarikan Budaya Lewat Generasi Muda

Edibud memandang keberhasilannya tidak hanya sebagai pencapaian bisnis, tapi juga misi pelestarian budaya Bali. Ia berharap karya-karyanya bisa menginspirasi generasi muda untuk terus mengenal dan mencintai seni gamelan, khususnya alat musik tradisional seperti rindik.

Menurutnya, banyak anak muda sebenarnya memiliki minat pada gamelan, namun terkendala faktor ekonomi sehingga memilih meninggalkan budaya lokal untuk merantau dan mencari penghidupan lain. Dengan membuka peluang usaha dan melibatkan komunitas, Edibud ingin menumbuhkan kembali semangat berkarya di ranah seni tradisional.

Keberhasilan pemuda asal Buleleng ini menunjukkan bahwa kombinasi antara tradisi dan inovasi teknologi dapat membawa warisan budaya ke panggung dunia tanpa kehilangan nilai asli seni tersebut.

Dengan semangat dan kecerdikan, Edibud membuktikan bahwa alat musik bambu tradisional Bali bisa terus hidup dan berkembang, bahkan menembus pasar ekspor internasional. Ini adalah inspirasi nyata bahwa kreativitas lokal mampu bersaing di kancah global, sekaligus menjaga keunikan budaya yang tak ternilai harganya.

Terkini

Harga HP Infinix Terbaru September 2025 Semua Seri

Rabu, 10 September 2025 | 16:22:14 WIB

POCO C85 Resmi Masuk Indonesia, Baterai Besar 6000mAh

Rabu, 10 September 2025 | 16:22:12 WIB

Ramalan Shio 11 September 2025: Energi Positif Tiap Shio

Rabu, 10 September 2025 | 16:22:11 WIB

Harga Sembako Jatim Hari Ini: Cabai dan Bawang Naik

Rabu, 10 September 2025 | 16:22:10 WIB

Cek Penerima Bansos PKH BPNT 2025 Mudah Cepat

Rabu, 10 September 2025 | 16:22:09 WIB