JAKARTA - Komitmen Indonesia untuk mencapai swasembada gula pada tahun 2027 mendapatkan sorotan serius dari kalangan petani tebu. Mereka menilai bahwa berbagai hambatan struktural dan kebijakan yang belum optimal menjadi penghalang utama tercapainya target tersebut. Salah satu persoalan yang paling disoroti adalah rendahnya tingkat penyerapan gula rakyat oleh pasar, yang berdampak langsung terhadap kesejahteraan petani.
Harga gula di tingkat petani sering kali mengalami fluktuasi yang tidak menentu, terutama saat musim giling tiba. Meskipun pemerintah telah menetapkan Harga Acuan Pembelian (HAP) sebesar Rp14.500 per kilogram, realisasinya di lapangan jauh dari ideal. Dalam banyak kasus, harga gula cenderung merosot dan pedagang enggan menawar harga di kisaran acuan saat proses lelang berlangsung.
Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), melalui Sekretaris Jenderal mereka, menyampaikan bahwa ketidaksesuaian antara kebijakan harga dan kenyataan pasar telah menciptakan tekanan berat bagi petani. Organisasi ini menilai bahwa upaya swasembada gula tidak hanya membutuhkan dukungan kebijakan dari pemerintah, tetapi juga ekosistem pasar yang stabil dan berpihak pada produsen lokal.
Maraknya Gula Rafinasi di Pasar Konsumsi Timbulkan Kekhawatiran
Selain harga, peredaran gula rafinasi di pasar konsumsi menjadi isu serius lainnya yang dikeluhkan oleh petani. Gula rafinasi seharusnya hanya digunakan untuk kebutuhan industri dan tidak diperbolehkan masuk ke pasar umum. Namun, dalam praktiknya, produk ini kerap ditemukan di tingkat konsumen akhir, yang pada akhirnya menurunkan permintaan terhadap gula rakyat.
Fenomena ini dianggap sebagai ancaman bagi stabilitas industri gula nasional. Ketika produk rafinasi lebih mudah diperoleh dan dijual dengan harga yang relatif rendah, maka gula rakyat kehilangan daya saing. Petani pun kehilangan pasar potensial untuk hasil produksi mereka, meskipun telah berupaya mengikuti proses budidaya dan giling sesuai standar yang ditetapkan.
Menurut APTRI, situasi ini merupakan bentuk ketidakseimbangan antara sektor hulu dan hilir dalam tata kelola industri gula nasional. Oleh karena itu, asosiasi ini menekankan pentingnya penertiban distribusi gula rafinasi dan penguatan regulasi agar tidak merugikan petani tebu yang menggantungkan penghidupan mereka pada sektor ini.
Pemerintah Tegaskan Komitmen Lindungi Petani Tebu Nasional
Menanggapi keluhan dari para petani, pemerintah melalui Kementerian Pertanian menyampaikan sikap tegas terkait distribusi gula rafinasi yang melanggar ketentuan. Wakil Menteri Pertanian menyampaikan bahwa pihaknya tidak akan memberikan toleransi terhadap praktik-praktik yang merugikan petani dan menghambat cita-cita swasembada pangan, termasuk swasembada gula.
Pemerintah menegaskan bahwa distribusi yang tidak sesuai peruntukannya harus ditindak sesuai aturan yang berlaku. Hal ini menjadi bagian dari upaya sistematis untuk memperbaiki rantai pasok dan memastikan bahwa setiap bagian dari proses produksi hingga distribusi berlangsung secara adil dan berpihak pada produsen lokal.
Dalam forum yang sama, pemerintah juga menyatakan bahwa pengawasan terhadap alur distribusi gula, khususnya jenis rafinasi, akan ditingkatkan. Kebijakan ini diharapkan dapat menekan penyimpangan dan mendorong terciptanya sistem distribusi yang sehat dan mendukung keberlangsungan hidup petani.
ID Food Siap Beli Gula Petani, Dana Rp1,5 Triliun Disiapkan
Sebagai langkah konkret untuk mengatasi persoalan rendahnya penyerapan gula petani, pemerintah melalui BUMN pangan, ID Food, menyatakan kesiapannya untuk membeli gula hasil giling petani pada musim panen tahun 2025. Kebijakan ini dianggap sebagai sinyal positif terhadap komitmen pemerintah dalam melindungi produksi lokal dan menciptakan pasar yang lebih kondusif bagi petani.
Untuk mendukung program pembelian tersebut, pemerintah telah mengalokasikan dana sebesar Rp1,5 triliun dari sumber pembiayaan Danatara. Dana tersebut diharapkan mampu menopang proses pembelian gula dari petani secara langsung dan mencegah jatuhnya harga pasar saat panen raya.
Langkah ini juga menjadi bentuk konkret dari sinergi antara kebijakan fiskal dan upaya perlindungan terhadap petani. Dengan kehadiran pembeli yang kuat di pasar, diharapkan terjadi stabilitas harga dan peningkatan semangat petani untuk terus mendukung program swasembada gula nasional.
Harapan Petani: Kebijakan Terintegrasi dan Perlindungan Jangka Panjang
APTRI menyatakan bahwa dukungan terhadap program swasembada gula harus dibarengi dengan kebijakan terintegrasi yang mencakup sisi produksi, distribusi, hingga pemasaran. Hanya dengan cara tersebut, petani dapat menjalankan proses produksi dengan kepastian pasar dan harga yang layak.
Para petani juga berharap adanya perlindungan berkelanjutan, baik dalam bentuk insentif harga, kemudahan akses pembiayaan, hingga jaminan pembelian hasil panen. Dengan kondisi yang lebih stabil, petani diyakini akan lebih termotivasi untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil tebu mereka.
Organisasi ini menegaskan bahwa semangat untuk mencapai swasembada tidak boleh hanya menjadi slogan. Diperlukan aksi nyata, termasuk pengendalian distribusi gula rafinasi, penguatan peran BUMN pangan, serta pembenahan sistem lelang gula agar benar-benar memberikan ruang tumbuh bagi petani tebu rakyat.
Menuju Swasembada Gula 2027: Kolaborasi Semua Pihak Diperlukan
Rencana besar untuk mencapai swasembada gula pada 2027 masih memungkinkan untuk diwujudkan jika seluruh elemen bekerja secara sinergis. Petani, pemerintah, pelaku industri, serta lembaga pembiayaan harus berada dalam satu visi untuk membangun kemandirian sektor gula nasional.
Langkah yang sudah dimulai melalui pembelian oleh ID Food dan penertiban gula rafinasi menjadi pondasi penting dalam proses transformasi ini. Ke depan, diperlukan konsistensi kebijakan dan evaluasi berkala untuk memastikan bahwa setiap kebijakan berjalan sesuai harapan dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap petani.
Kemandirian gula bukan sekadar target produksi, tetapi juga simbol kedaulatan pangan nasional. Dalam konteks ini, petani memegang peran vital sebagai ujung tombak. Oleh karena itu, mendengarkan aspirasi mereka dan memastikan kesejahteraan mereka adalah langkah krusial yang tidak bisa ditawar.