JAKARTA - Harga minyak dunia melemah sekitar 1% pada pagi hari Senin, 30 Juni 2025, seiring meredanya risiko geopolitik di Timur Tengah dan meningkatnya prospek kenaikan produksi dari negara-negara OPEC+ pada bulan Agustus mendatang. Penurunan ini menjadi respons pasar terhadap perubahan dinamika pasokan dan ketegangan regional yang mulai mereda.
Pada pukul 07.45 WIB, harga minyak mentah berjangka Brent kontrak Agustus turun sebesar 66 sen atau 0,97% ke level US$ 67,11 per barel, menjelang berakhirnya kontrak Agustus pada hari ini. Sedangkan kontrak Brent pengiriman September yang lebih aktif diperdagangkan di posisi US$ 65,97 per barel, turun 83 sen. Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak Agustus juga turun 94 sen atau 1,43%, menjadi US$ 64,58 per barel.
Penurunan harga minyak tersebut mengikuti catatan pekan lalu, di mana Brent dan WTI mencatatkan penurunan mingguan terbesar sejak Maret 2023. Meski begitu, secara bulanan kedua jenis minyak ini masih mencatat kenaikan lebih dari 5% selama dua bulan berturut-turut, menandakan adanya volatilitas yang tinggi di pasar energi global.
Sebelumnya, ketegangan geopolitik di Timur Tengah memberikan tekanan besar pada harga minyak. Konflik 12 hari yang dipicu oleh serangan Israel terhadap fasilitas nuklir Iran pada 13 Juni lalu menyebabkan harga Brent sempat melonjak melewati US$ 80 per barel. Lonjakan tersebut diperparah oleh serangan AS terhadap fasilitas nuklir Iran. Namun, harga minyak kemudian merosot tajam ke sekitar US$ 67 per barel setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan tercapainya gencatan senjata antara Iran dan Israel.
Analis pasar dari IG, Tony Sycamore, menyatakan, "Pasar telah menghilangkan sebagian besar premi risiko geopolitik yang sebelumnya tertanam dalam harga minyak setelah gencatan senjata Iran dan Israel." Pernyataan ini menggarisbawahi bagaimana ketegangan yang mereda dapat segera menurunkan harga minyak, karena risiko geopolitik biasanya menambah ketidakpastian dan biaya pada pasar energi.
Selain faktor geopolitik, pasar minyak juga dipengaruhi oleh rencana kenaikan produksi yang diumumkan oleh OPEC+. Empat delegasi OPEC+ mengonfirmasi bahwa kelompok tersebut berencana meningkatkan produksi minyak sebesar 411.000 barel per hari pada bulan Agustus 2025. Kenaikan ini menjadi kelanjutan dari peningkatan produksi dalam jumlah yang sama pada bulan Mei, Juni, dan Juli.
Rencana kenaikan ini akan dibahas dalam pertemuan resmi OPEC+ yang dijadwalkan pada 6 Juli mendatang. Jika disetujui, ini akan menjadi kenaikan produksi kelima secara berturut-turut sejak kelompok ini mulai menghentikan pemotongan produksi pada April lalu.
Sementara itu, di Amerika Serikat, jumlah rig minyak aktif mengalami penurunan sebanyak enam unit menjadi 432 rig pada pekan lalu, level terendah sejak Oktober 2021. Data ini dirilis oleh perusahaan jasa energi Baker Hughes dan menjadi indikator produksi minyak AS yang cenderung menurun dalam jangka pendek.
Penurunan jumlah rig aktif biasanya mengindikasikan potensi penurunan produksi minyak di masa depan, yang berpotensi menyeimbangkan pasokan global jika OPEC+ terus menaikkan produksinya. Namun, pengaruh ini biasanya baru terasa dalam jangka menengah hingga panjang.
Secara keseluruhan, kombinasi antara meredanya risiko geopolitik dan rencana peningkatan produksi OPEC+ menjadi faktor utama yang menekan harga minyak pada pagi ini. Meski demikian, pasar masih memperhatikan pertemuan OPEC+ awal Juli dan perkembangan situasi geopolitik sebagai faktor penentu arah harga minyak ke depan.
Harga minyak yang stabil dan terjangkau sangat penting bagi ekonomi global, terutama untuk mengendalikan biaya energi dan menjaga kestabilan inflasi. Oleh karena itu, pergerakan harga minyak selalu menjadi perhatian utama para pelaku pasar dan pemerintah di seluruh dunia.
Harga minyak dunia pada pagi ini, 30 Juni 2025, turun sekitar 1% dipicu oleh meredanya ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan prospek kenaikan pasokan dari OPEC+. Harga Brent dan WTI masing-masing diperdagangkan di kisaran US$ 67,11 dan US$ 64,58 per barel. Pasar juga tengah menunggu hasil pertemuan OPEC+ pada awal Juli untuk arah produksi selanjutnya. Sementara itu, penurunan jumlah rig minyak di AS menjadi indikator penting yang dapat memengaruhi keseimbangan pasokan minyak global ke depan.
Dengan dinamika pasar yang masih fluktuatif, harga minyak diperkirakan akan terus bergerak mengikuti perkembangan geopolitik dan kebijakan produksi global dalam beberapa waktu ke depan.