JAKARTA - Pagelaran wayang kulit dalam rangka tradisi Sedekah Bumi yang digelar di kompleks Makam Syech Maulana Iskak Maghribi, Kelurahan Gedongombo, Kecamatan Semanding, Kabupaten Tuban, berlangsung meriah pada Kamis malam, 26 Juni 2025. Kegiatan ini tidak hanya menjadi hiburan rakyat, tetapi juga sarana edukasi budaya yang sarat nilai moral dan sejarah.
Acara tersebut dihadiri langsung oleh Wakil Bupati Tuban, Drs. Joko Sarwono. Dalam sambutannya, ia menegaskan pentingnya pelestarian tradisi lokal seperti Sedekah Bumi, yang menurutnya merupakan bagian integral dari identitas masyarakat.
"Sedekah Bumi adalah bentuk syukur kita kepada Allah SWT, sekaligus simbol kuatnya rasa gotong royong dan kebersamaan antarwarga," ujar Wabup Joko Sarwono.
Pagelaran wayang kulit kali ini menampilkan dalang lokal Ki Eko Hadi Purnomo yang membawakan lakon Sri Sadana. Lakon ini dipilih karena sarat pesan moral dan nilai-nilai kearifan lokal yang relevan dengan kehidupan masyarakat saat ini. Antusiasme warga tampak luar biasa, dengan masyarakat dari berbagai usia memadati lokasi hingga larut malam.
Wabup Joko Sarwono mengapresiasi keterlibatan masyarakat, khususnya generasi muda, dalam mengikuti pertunjukan seni tradisional ini. Menurutnya, antusiasme tersebut mencerminkan bahwa cinta terhadap budaya leluhur masih kuat di kalangan anak-anak dan remaja.
“Pagelaran wayang kulit tidak hanya sebagai hiburan, tetapi juga menjadi wahana edukasi dan penyampai pesan moral. Dalam kisah-kisah pewayangan tersimpan banyak nilai kehidupan yang dapat dijadikan pedoman,” ungkapnya.
Ia juga menambahkan bahwa pertunjukan wayang kulit bisa menjadi media yang efektif dalam menyampaikan program-program pembangunan daerah, termasuk menyuarakan isu-isu sosial dan pendidikan melalui pendekatan budaya yang lebih mudah dipahami masyarakat.
Dalam konteks modernisasi, Wabup Joko Sarwono mendorong pendekatan yang lebih inovatif agar cerita-cerita pewayangan bisa diterima lebih luas, terutama oleh generasi muda. Ia menilai pentingnya digitalisasi dan adaptasi gaya penceritaan agar wayang kulit tetap relevan di tengah derasnya arus budaya populer.
“Oleh karena itu, perlu pengenalan cerita-cerita pewayangan dilakukan dengan pendekatan yang lebih modern dan sesuai zaman, sehingga lebih mudah diterima oleh anak-anak muda,” lanjut Wabup Joko.
Tidak hanya itu, Pemkab Tuban juga menaruh perhatian serius pada pengembangan potensi budaya dan religi di wilayah Gedongombo dan Bejagung. Menurut Wabup, kawasan ini memiliki banyak situs sejarah dan religi yang potensial untuk dijadikan destinasi wisata unggulan di Kabupaten Tuban.
Beberapa situs yang disebutkan antara lain Makam Brawijaya V, Makam Syech Maulana Iskak Maghribi, Sunan Bejagung, hingga situs Watu Gajah. Dengan pengelolaan yang terintegrasi, kawasan ini dinilai mampu menjadi magnet wisata budaya dan religi.
“Pemkab Tuban berkomitmen mengembangkan potensi budaya dan religi di kawasan ini. Dengan sinergi dan partisipasi masyarakat, kita bisa menjadikan wilayah ini sebagai destinasi wisata yang menarik dan edukatif,” pungkasnya.
Pagelaran wayang kulit ini menjadi salah satu agenda rutin yang tak hanya memperkuat identitas budaya, tapi juga membangkitkan potensi pariwisata lokal. Keterlibatan masyarakat dan dukungan pemerintah menjadi kunci agar tradisi ini terus hidup dan menjadi bagian dari pembentukan karakter generasi mendatang.
Sebagai warisan budaya tak benda, wayang kulit terus bertransformasi menjadi medium edukatif yang menyenangkan sekaligus sarat pesan kebijaksanaan. Dengan dukungan dari semua elemen, harapan untuk melihat seni tradisional ini tetap hidup dan berkembang semakin terbuka lebar.