JAKARTA - Bank Indonesia (BI) kembali merilis laporan terkini terkait Perkembangan Indikator Stabilitas Nilai Tukar Rupiah pada Kamis, 13 Juni 2025. Laporan tersebut menegaskan bahwa nilai tukar rupiah terus menunjukkan performa stabil di tengah tekanan eksternal, dengan mencatat penguatan ke level Rp16.230 per dolar AS.
Penguatan ini mengindikasikan optimisme pelaku pasar terhadap kondisi makroekonomi Indonesia, terutama di tengah gejolak ekonomi global yang masih belum sepenuhnya mereda. Selain itu, sejumlah indikator pasar keuangan utama turut memberikan sinyal positif terhadap iklim investasi dalam negeri.
Yield SBN dan US Treasury Turun, Dolar Melemah
Dalam laporan tersebut, yield Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun tercatat turun menjadi 6,66%, sementara yield US Treasury 10 tahun juga melandai ke 4,359%. Kedua indikator ini mencerminkan preferensi investor terhadap aset berbasis rupiah, terutama di sektor obligasi pemerintah.
Sementara itu, indeks dolar AS (DXY), yang mengukur kekuatan dolar terhadap enam mata uang utama dunia, mengalami pelemahan ke 97,92. Melemahnya indeks dolar turut menjadi faktor yang mendorong penguatan nilai tukar rupiah.
Aliran Modal Asing Masuk Capai Rp5,20 Triliun
Salah satu sorotan utama dari laporan BI adalah meningkatnya aliran modal asing (nonresiden) yang masuk ke pasar keuangan domestik dalam periode 10–12 Juni 2025, dengan nilai mencapai Rp5,20 triliun.
Rinciannya adalah sebagai berikut:
-Pasar SBN mencatat beli neto sebesar Rp5,08 triliun
-Pasar saham juga mengalami beli neto sebesar Rp0,83 triliun
Sementara pasar Sertifikat Rupiah Bank Indonesia (SRBI) justru mencatat jual neto sebesar Rp0,71 triliun
Kinerja positif di pasar obligasi negara dan saham mencerminkan tingkat kepercayaan investor asing terhadap stabilitas ekonomi Indonesia. Namun, masih adanya tekanan jual di instrumen SRBI menunjukkan bahwa sebagian investor memilih keluar dari instrumen jangka pendek, kemungkinan karena pergeseran preferensi risiko global.
Gambaran Year-to-Date: Pasar SBN Tetap Primadona
Jika ditarik lebih luas secara year-to-date (YtD) hingga 13 Juni 2025, total aliran modal asing menunjukkan pola yang cukup dinamis:
-Pasar SBN mencatat beli neto sebesar Rp53,91 triliun
-Pasar saham mencatat jual neto sebesar Rp47,54 triliun
-Pasar SRBI mencatat jual neto sebesar Rp21,80 triliun
Data ini menegaskan bahwa SBN masih menjadi instrumen favorit bagi investor asing sepanjang 2025. Hal ini tidak terlepas dari ekspektasi stabilitas suku bunga dalam negeri dan kondisi fiskal pemerintah yang dinilai cukup solid.
Premi CDS Turun, Risiko Kredit Indonesia Menyusut
Laporan BI juga menyoroti penurunan premi Credit Default Swap (CDS) Indonesia tenor 5 tahun yang menunjukkan penurunan signifikan, dari 75,92 basis poin (bps) pada 6 Juni, menjadi 73,47 bps pada 12 Juni 2025. Bahkan, menurut data Investing.com, premi CDS Indonesia telah turun 37,6% dari level tertinggi tahun ini di 119 bps.
CDS merupakan instrumen derivatif yang mencerminkan persepsi risiko investor terhadap kemungkinan gagal bayar utang suatu negara. Semakin rendah premi CDS, semakin kecil pula risiko yang dipersepsikan pasar terhadap stabilitas fiskal negara tersebut.
Penurunan ini menjadi sinyal positif bagi perekonomian Indonesia, karena menandakan tingkat kepercayaan investor global yang meningkat terhadap kemampuan pemerintah menjaga kestabilan fiskal dan makroekonomi.
Optimisme Terjaga, Tapi Risiko Eksternal Masih Membayangi
Secara keseluruhan, laporan BI memberikan sinyal kuat bahwa stabilitas ekonomi nasional berada dalam tren positif, dengan kombinasi penguatan nilai tukar, penurunan yield SBN, dan meningkatnya arus modal asing.
Namun demikian, masih adanya jual neto di pasar saham dan SRBI menjadi pengingat bahwa sentimen global tetap berperan besar terhadap dinamika pasar domestik.
“Kinerja positif di pasar SBN dan saham mencerminkan tingkat kepercayaan investor asing terhadap fundamental ekonomi Indonesia,” ujar Bank Indonesia dalam laporannya.
Ke depan, BI diperkirakan akan tetap menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, sambil memantau ketat perkembangan eksternal seperti arah kebijakan suku bunga global, harga komoditas, dan ketegangan geopolitik yang dapat memengaruhi aliran modal.
Laporan terbaru dari Bank Indonesia menegaskan bahwa fondasi ekonomi nasional berada dalam kondisi yang relatif kuat, dengan nilai tukar rupiah yang stabil, arus modal asing yang positif, dan risiko kredit yang menurun. Di tengah ketidakpastian global, hal ini menjadi bukti bahwa kebijakan makroekonomi Indonesia terus mendapatkan kepercayaan dari pasar internasional.