JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sebanyak 36 emiten di Bursa Efek Indonesia telah menyampaikan rencana melakukan pembelian kembali saham (buyback) tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dengan total alokasi dana mencapai Rp17,43 triliun hingga 8 Mei 2025. Jumlah ini meningkat dibandingkan data per akhir April 2025 yang menunjukkan 32 emiten dengan alokasi dana buyback sebesar Rp16,9 triliun.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan, Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, menyatakan bahwa dari 36 emiten tersebut, sebanyak 25 sudah merealisasikan buyback saham dengan nilai total Rp1,27 triliun per 8 Mei 2025. Angka ini naik signifikan dibandingkan realisasi buyback dari 24 emiten senilai Rp937,42 miliar pada April 2025.
“Sebanyak 25 di antaranya telah melakukan buyback saham dengan nilai realisasi sebesar Rp1,27 triliun per 8 Mei 2025, dibandingkan sebanyak 24 emiten dengan nilai realisasi sebesar Rp937,42 miliar per April 2025,” jelas Inarno dalam pernyataan resmi OJK yang diterima di Jakarta, Senin (2/6/2025).
Kebijakan Buyback Saham Tanpa RUPS: Regulasi dan Pengawasan OJK
Inarno menegaskan bahwa keputusan emiten untuk melakukan buyback saham tanpa persetujuan RUPS merupakan kebijakan internal perusahaan yang sesuai dengan Peraturan OJK (POJK) Nomor 13 Tahun 2023 tentang Kebijakan Dalam Menjaga Kinerja dan Stabilitas Pasar Modal pada Kondisi Pasar yang Berfluktuasi Secara Signifikan, dan POJK Nomor 29 Tahun 2023 tentang Pembelian Kembali Saham yang Dikeluarkan oleh Perusahaan Terbuka.
“Kebijakan buyback tanpa RUPS ini merupakan bentuk relaksasi untuk memberikan fleksibilitas bagi emiten dalam merespons kondisi pasar yang tidak stabil, tanpa intervensi dari OJK maupun Self Regulatory Organization (SRO),” tambah Inarno.
Meski demikian, OJK tetap melakukan pengawasan ketat terhadap keterbukaan informasi, rencana, alokasi dana, dan realisasi buyback yang dilakukan emiten secara berkelanjutan. Hal ini dilakukan untuk memastikan transparansi dan perlindungan investor selama pelaksanaan aksi korporasi tersebut.
“Tujuannya agar dalam pelaksanaan aksi korporasi buyback tanpa RUPS, investor tetap terlindungi dengan mendapatkan informasi yang transparan dan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku,” ujar Inarno.
Latar Belakang dan Tujuan Kebijakan Buyback Tanpa RUPS
OJK menerbitkan kebijakan buyback tanpa RUPS pada 19 Maret 2025 sebagai respons atas tekanan pasar saham global dan domestik yang mengalami fluktuasi signifikan. Tekanan tersebut disebabkan oleh sentimen kebijakan global yang mempengaruhi kestabilan pasar modal Indonesia.
Menurut Inarno, buyback saham tanpa RUPS merupakan salah satu langkah efektif untuk meningkatkan kepercayaan pasar (market confidence) dan memberikan sinyal positif dari emiten kepada investor. “Kebijakan ini dikeluarkan dengan harapan emiten dapat memberikan guidance dan market confidence bagi investor di pasar melalui aksi korporasi buyback tanpa RUPS yang mereka lakukan,” katanya.
Dalam Pasal 7 POJK 13/2023 ditegaskan bahwa dalam kondisi pasar yang berfluktuasi signifikan, perusahaan terbuka diperbolehkan melakukan pembelian kembali saham tanpa persetujuan RUPS sebagai upaya menjaga kinerja dan stabilitas pasar modal.
Dampak Buyback Saham Terhadap Pasar Modal
Buyback saham merupakan salah satu mekanisme yang digunakan perusahaan untuk mengelola struktur modal dan memperbaiki harga saham yang dinilai undervalued. Dengan membeli kembali sahamnya, perusahaan secara tidak langsung mengurangi jumlah saham yang beredar di pasar sehingga berpotensi meningkatkan nilai saham dan memberikan sinyal positif kepada pasar.
Namun, seperti yang diingatkan oleh sejumlah analis, kebijakan buyback saham tanpa RUPS harus dilakukan secara hati-hati agar tidak menimbulkan spekulasi yang berlebihan. Salah satu risiko yang disebutkan adalah potensi fluktuasi harga saham jangka pendek yang tajam.
Perkembangan Terbaru Buyback Saham di Indonesia
Seiring dengan kebijakan relaksasi buyback tanpa RUPS, jumlah emiten yang melakukan buyback terus bertambah. Realisasi dana buyback yang mencapai Rp1,27 triliun per awal Mei 2025 menunjukkan antusiasme perusahaan untuk memanfaatkan fasilitas ini sebagai strategi menstabilkan harga saham di tengah ketidakpastian pasar.
OJK pun menyatakan akan terus memantau perkembangan aksi buyback ini agar tetap berjalan sesuai peraturan dan memberikan manfaat maksimal bagi stabilitas pasar modal dan perlindungan investor.