JAKARTA – Masyarakat Indonesia yang gemar berbelanja online harus bersiap menghadapi perubahan besar. Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) resmi membatasi promo gratis ongkos kirim (ongkir) di platform e-commerce hanya maksimal tiga hari dalam sebulan, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Digital (Permen Komdigi) Nomor 8 Tahun 2025 tentang Layanan Pos Komersial.
Kebijakan baru ini langsung memicu kekhawatiran dari berbagai pihak, termasuk konsumen dan pelaku industri digital, karena dinilai akan berdampak pada meningkatnya biaya kirim barang serta menurunkan daya beli masyarakat.
Gratis Ongkir Dibatasi, Bisa Diperpanjang Jika Dievaluasi
Menurut Direktur Pos dan Penyiaran Komdigi, Gunawan Hutagalung, pembatasan promo gratis ongkir hanya berlaku untuk produk yang dijual di bawah harga pokok penjualan (HPP) atau jika potongan harga menyebabkan tarif layanan pos komersial menjadi di bawah biaya pokok.
“Iya (dibatasi), tapi subjek itu bisa diperpanjang berdasarkan hasil evaluasi. Misal utamanya tiga hari diterapkan, tapi mereka meminta perpanjangan, itu bisa. Nanti kita evaluasi,” kata Gunawan.
Gunawan juga menjelaskan, dalam beleid yang sama, tepatnya Pasal 41, tarif layanan pos komersial atau ongkos kirim juga mulai diatur secara rinci. Tarif dihitung berdasarkan biaya produksi atau operasional yang mencakup gaji karyawan, transportasi, teknologi, serta kerja sama dengan pihak ketiga, ditambah margin keuntungan.
Kritik: Masyarakat dan Pasar E-Commerce Akan Dirugikan
Langkah pemerintah ini langsung menuai kritik dari kalangan ekonom dan pengamat industri digital. Salah satunya datang dari Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda, yang menilai kebijakan ini tidak berpihak kepada konsumen.
“Masyarakat yang akan dirugikan karena tidak dapat tarif yang lebih murah. Aturan mengenai tarif biaya pengiriman juga menjadikan pasar dapat tidak efisien,” ujar Huda.
Huda bahkan meragukan pemahaman pejabat Komdigi terhadap ekosistem bisnis e-commerce. Menurutnya, layanan gratis ongkir merupakan strategi pemasaran yang dilakukan oleh platform e-commerce, bukan oleh perusahaan jasa logistik.
“Pemberian gratis ongkos kirim berada di pihak platform e-commerce, bukan penyedia jasa logistik. Yang membakar uang adalah pelaku e-commerce, bukan pelaku jasa logistik,” tegasnya.
“Jadi Komdigi bukan di ranah yang dapat mengatur perusahaan e-commerce. Saya rasa Komdigi ‘salah kamar’ dalam mengatur diskon ongkir ini,” imbuh Huda.
Data: Promo Ongkir Gratis Adalah Daya Tarik Utama Konsumen
Berdasarkan berbagai hasil riset, promo gratis ongkir terbukti menjadi salah satu faktor utama yang menarik konsumen untuk berbelanja secara daring. Dalam laporan riset dari We Are Social (2025), tercatat 47,4 persen responden menyatakan layanan ongkir gratis sebagai alasan utama mereka memilih belanja online, diikuti oleh layanan pengiriman cepat (28,5 persen).
Lembaga riset Populix juga menemukan data serupa. Menurut riset mereka, alasan utama konsumen memilih e-commerce adalah karena:
-Hemat tenaga dan waktu (79 persen)
-Gratis ongkir (72 persen)
-Harga lebih murah (62 persen)
-Ragam diskon belanja (61 persen)
Sementara itu, riset dari Kantar mencatat bahwa konsumen e-commerce Indonesia juga menaruh perhatian besar pada kecepatan pengiriman dan keakuratan barang yang dikirim. Ini menjadi dasar bagi platform e-commerce untuk menawarkan berbagai pilihan pengiriman mulai dari Instant, Same Day, Reguler, hingga Hemat dan Kargo.
Efek Domino: Konsumen, Pelaku Usaha, dan Platform Sama-Sama Terdampak
Pembatasan promo gratis ongkir tidak hanya akan berimbas pada konsumen yang harus membayar ongkir lebih mahal, tetapi juga pada pelaku usaha UMKM dan platform digital. Promo gratis ongkir selama ini menjadi strategi utama e-commerce dalam menarik pembeli, serta menjadi andalan UMKM dalam meningkatkan penjualan mereka.
Dengan pembatasan ini, ada kekhawatiran bahwa jumlah transaksi di e-commerce akan menurun, terutama untuk pembelian produk bernilai kecil yang sangat sensitif terhadap biaya kirim.
Peraturan baru dari Kementerian Komdigi terkait pembatasan promo gratis ongkir dalam Permen Komdigi No. 8 Tahun 2025 menimbulkan pro dan kontra. Meskipun pemerintah berdalih kebijakan ini untuk menciptakan struktur biaya yang adil dan mencegah praktik jual rugi yang merugikan ekosistem logistik, banyak pihak menganggap kebijakan ini tidak tepat sasaran.
Dampaknya bisa sangat luas, mulai dari meningkatnya beban biaya konsumen, terganggunya model bisnis e-commerce, hingga penurunan daya saing pelaku usaha kecil di pasar digital.
Konsumen kini harus mulai bersiap mengeluarkan dana tambahan untuk biaya pengiriman. Sementara itu, pelaku industri dan pengamat berharap pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh sebelum menerapkan kebijakan yang berpotensi merugikan ekosistem digital nasional ini secara jangka panjang.