JAKARTA - Harga batu bara global mengalami kenaikan selama 10 hari berturut-turut hingga 6 Mei 2025, dipicu oleh lonjakan permintaan dari Vietnam. Menurut data Refinitiv, harga batu bara per 6 Mei 2025 mencapai US$104,9 per ton, naik 2,49% dibandingkan penutupan sebelumnya. Kenaikan ini menandai lonjakan 11,5% dalam 10 hari terakhir dan merupakan harga tertinggi sejak awal April 2025.
Vietnam Tingkatkan Impor Batu Bara
Lonjakan harga batu bara ini sejalan dengan peningkatan signifikan impor batu bara oleh Vietnam. Data dari Departemen Umum Bea Cukai Vietnam menunjukkan bahwa pada kuartal pertama 2025, Vietnam mengimpor 17,27 juta ton batu bara senilai lebih dari US$1,8 miliar, meningkat 16,7% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan ini terutama untuk memenuhi kebutuhan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Indonesia tetap menjadi pemasok utama batu bara bagi Vietnam, menyumbang lebih dari 40% dari total impor pada kuartal pertama. Pengiriman dari Indonesia mencapai 6,98 juta ton senilai US$579 juta, dengan harga rata-rata sekitar US$82,90 per ton, lebih rendah dari rata-rata keseluruhan. Australia berada di peringkat kedua dengan ekspor 5,36 juta ton senilai US$693,7 juta, sementara Rusia mengekspor 1,44 juta ton senilai lebih dari US$206 juta.
Penurunan Harga Batu Bara di Asia
Meskipun terjadi lonjakan harga baru-baru ini, harga batu bara termal di Asia telah mencapai titik terendah dalam empat tahun terakhir. Penurunan ini disebabkan oleh berkurangnya permintaan dari importir utama seperti China, India, dan Jepang. Sejak Oktober 2024, harga batu bara dari Indonesia dan Australia terus menurun, dengan penurunan yang lebih tajam dalam beberapa minggu terakhir.
China, sebagai importir terbesar, mengalami penurunan impor batu bara pada April menjadi 22,72 juta ton dari 23,84 juta ton pada Maret. Selama empat bulan pertama tahun 2025, impor batu bara China turun 13,1% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan ini disebabkan oleh berkurangnya pembangkit listrik tenaga batu bara dan produksi batu bara domestik yang mencapai rekor tertinggi sebesar 1,2 miliar ton pada kuartal pertama. Kelebihan pasokan ini menyebabkan penurunan harga domestik, yang tercermin pada harga impor yang menurun.
Sementara itu, impor batu bara India meningkat pada Maret dan April, namun secara keseluruhan impor tahun 2025 hingga saat ini turun 6,7%. Pemerintah India telah mewajibkan pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar impor untuk beroperasi pada kapasitas penuh hingga Juni guna memenuhi permintaan listrik yang meningkat.
Indonesia Diuntungkan dari Lonjakan Harga
Sebagai eksportir batu bara terbesar di dunia, Indonesia diuntungkan dari lonjakan harga ini. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan volume ekspor batu bara Indonesia pada 2024 mencapai 405,76 juta ton, naik 6,86% dibandingkan 2023. Namun, secara nilai, ekspor batu bara menurun 11,86% menjadi US$30,49 miliar atau setara dengan Rp514,06 triliun.
Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menjelaskan bahwa penurunan nilai ekspor ini disebabkan oleh harga batu bara di pasar internasional yang mencapai level terendah sejak Mei 2021. "Harga batu bara di pasar internasional pada Februari 2025 menyentuh level terendah sejak Mei 2021, hal ini lah yang salah satunya memberikan kontribusi terhadap penurunan nilai ekspor batu bara," kata Amalia dalam rilis BPS, Senin, 17 Maret 2025.
Prospek ke Depan
Meskipun harga batu bara mengalami fluktuasi, permintaan dari negara-negara seperti Vietnam memberikan harapan bagi eksportir Indonesia. Namun, penurunan permintaan dari China dan India serta pergeseran ke energi terbarukan di berbagai negara dapat mempengaruhi pasar batu bara global. Pemerintah dan pelaku industri di Indonesia perlu memantau perkembangan ini dan menyesuaikan strategi ekspor untuk memastikan keberlanjutan sektor batu bara nasional.